Selamat hari Minggu! Selamat Paskah buat teman-teman yang merayakan. 🙂 Topik untuk Playing Around with Romance hari ini adalah ‘Ekranisasi: Film yang diadaptasi dari novel romance.
Saya sudah beberapa kali menyaksikan film layar lebar yang diangkat dari cerita novel. Beberapa saya baca dulu novelnya, ada yang saya nonton filmnya dulu tanpa baca novelnya. Nah, di setiap usai nonton film-film tersebut, pasti ada rasa yang tertinggal–entah itu puas atau justru kecewa. Benar, tidak? Nah kali ini, saya memilih tiga film saja yang saya tonton setelah membaca novelnya terlebih dahulu. Dan ketiganya adalah karya dalam negeri.
SUPERNOVA: KSATRIA, PUTRI, DAN BINTANG JATUH
Aww! Betapa melonjaknya hati ini ketika tahu novel favorit sepanjang masa akan difilmkan! Ketika pertama diumumkan, saya langsung mengatakan bahwa SAYA HARUS menontonnya! Ya iyalah, siapa juga yang nggak mau lihat perwujudan visual dari cerita favorit yang selama ini cuma bisa dibaca berulang-ulang?
Lalu, bagaimana kesan saya setelah menontonnya di bulan Desember 2014 lalu? Sayangnya, secara keseluruhan saya harus mengatakan, saya kecewa. 😦 Rizal Mantovani sebagai sang sutradara memang harus saya akui jago banget menyajikan gambar-gambar serba wah! Juga suaranya yang menggelegar… saya sampai berseloroh dengan teman nonton saya, remote mana remote? Duh, asli hampir bikin budek, padahal seat saya juga lumayan di atas–C atau D, saya agak lupa.
Penyajian yang wah, efek-efek dramatis, sayangnya tidak diikuti penyerapan cerita yang memadai, menurut saya. Dialog-dialognya amat setia pada novel. Dan apakah itu hal buruk? Tentu tidak andai saja pengucapannya tidak terkesan seperti hafalan, merapal cepat seperti robot yang sudah diprogram mengatakan kalimat-kalimat tertentu.
Adegan romance-nya sendiri, antara pemeran Re dan Rana yang memang sudah saya tunggu-tunggu, untungnya sih tidak terlalu mengecewakan. Herjunot Ali sebagai pemeran Ferre yang saya idolakan, yaa bolehlah aktingnya. Tapi, saya justru lebih dapat chemistry antara Dimas dan Reuben. Tidak sampai gimana-gimana juga sih sebagai pasangan gay, tapi tatapan mesranya itu lhoo, aiisshh… nggak nahaan! 😀
PERAHU KERTAS
Masih dari karya tulis Dee alias Dewi Lestari, film kedua yang saya bahas adalah Perahu Kertas. Film ini juga termasuk saya nantikan karena saya suka sekali ceritanya yang menginspirasi. Nah, film ini akhirnya dibuat jadi dua bagian dengan rentang jeda dua bulan kalau saya tidak salah. Bagian pertama, saya puas banget! Saya merasa dapet banget dengan penggambaran Kugy yang ceria sekaligus galau, pengenalan Keenan yang juga risau dipaksa kuliah tak sesuai passion-nya, juga ada Remi yang aw… charming banget!
Adegan romance antara Kugy dan Keenan yang mulai saling tertarik pun sangat menarik ditonton. Bukan romance yang gimana juga, statusnya masih berteman tapi mereka mulai menyelami hati masing-masing, mulai mengenali keinginan masing-masing. Maudy Ayunda yang dipercaya menjadi Kugy, menurut saya berhasil menyelami karakter cewek ceria itu. Adipati Dolken sebagai Keenan? Tidak buruk juga, tapi masih kalah dengan penjiwaan Reza Rahadian sebagai Remi! Benar-benar sosok pria dewasa yang memesona! Saya suka bagaimana Remi memperlakukan Kugy dengan penuh sayang, sekaligus dapat mengerti kemauan Kugy sebenarnya.
Nah ketika di bagian kedua, meski tetap bagus tapi sayangnya menurut saya terlalu dipanjangin. Menurut saya sih bisa kok film ini diringkas dalam satu bagian saja. Apalagi di menjelang akhir Perahu Kertas bagian kedua, ada adegan yang menurut saya nggak penting banget! Nggak ada di novel, hanya ditambahi sebagai pemanis biar semua dapat win-win solution, tapi rasanya nggak perlu juga sih. Toh dalam kehidupan nyata, nggak semua tokoh dapat happy ending secara serentak, kan! Hehehe #dasartukangprotes
CINTAPUCCINO
Terakhir, saya akan membahas sebuah novel yang lebih jadul lagi, rilis di tahun 2005 yang berjudul Cintapuccino. Hayoo, siapa yang pernah baca novel ini:
Novel ini bercerita tentang Rahmi yang terobsesi dengan seorang Nimo, kakak kelas yang bikin dia jatuh cinta dan penasaran sampai bertahun-tahun. Sampai Rahmi akhirnya punya calon suami bernama Raka, dan Nimo yang sudah lama menghilang tahu-tahu hadir kembali, hati wanita itu kelabakan karena Nimo mendekatinya!
Film Cintapuccino sendiri rilis di tahun 2007 diperankan oleh Sissy Priscilla sebagai Rahmi, Miller sebagai Nimo, dan Aditya Herpavi sebagai Raka. Saya suka akring Sissy dan Aditya, tetapi Miller… sayangnya, fail. 😦 Sebagai karakter yang seharusnya bikin pensaran, Miller malah aktingnya kaku dan aksen yang, well let’s just not talk about it!
Tapi secara keseluruhan, saya puas dengan film ini! Mampu mewakili dengan baik isi novelnya, meski dengan beberapa perubahan. Saya bisa menangkap kekonyolan yang dilakukan Rahmi ketika di SMA dan jatuh cinta dengan Nimo, sikap-mau-dekat-tapi-malu-malunya ketika berduaan dengan Nimo, juga bagaimana hatinya mulai galau ketika sudah ada Raka tetapi enggan melepaskan kenangannya bersama Nimo. As a romance Indonesian movie based on novel, I like Cintapuccino. Simple yet meaningful. 🙂

pic from http://sinema-indonesia.com/
Okay! Itu tadi tiga film yang diadaptasi dari novel romance beserta pendapatku setelah membaca lalu menonton filmnya. Kalau dari kalian, ada pendapat lain tentang film-film tersebut? Atau mungkin ekranisasi lainnya? Feel free to comment!
*sebelum benar-benar menutup artikel ini, simak dua iklan lewat dulu, ya! Haha. Jangan lupa ikutan kuis berkaitan “Spring of Love Giveaway Hop”, klik link ini: GIVEAWAY
Selain itu, jangan lupa juga blogwalking ke artikel lain berkaitan “Playing Around with Romance”, klik logo di bawah untuk mengacu ke link-link terkait:
Jadi keinget 3600 detik XD
Belum pernah nonton pelem indo yang diangkat dari novel 😛
Kapan-kapan cobain deh ^^
kalo yang karya Dee, saya belum sempat baca tuntas 2 buku itu. trus pas Perahu Kertas dibikin film, saya sengaja nggak mau nonton. selain karena belum selesai baca bukunya, alasan kedua adalah nggak rela Reza Rahardian ciuman sama Maudy Ayunda. huhuhuhuhu 😥