Halo, teman-teman! Wah, aku sudah lama banget nih nggak munculin artikel ngobrol dengan penulis! Pasti kalian kangen, kaaan! *iyain aja ya, haha!* Kali ini, aku berkesempatan ngobrol-ngobrol via WhatsApp bareng Altami, penulis novel A Week Long Journey.ย Novel ini adalah salah satu novel dengan label baru dari Penerbit Gramedia Pustaka Utama (GPU): Young Adult. Pengin tahu novelnya tentang apa, bisa klik resensiku di sini.
Sekarang, simak obrolan kepo-ku bareng Al yuk, mengenai proses di balik penulisan dan penerbitan novel perdananya. Siapa tahu kaan, jadi nambah inspirasi kalian buat nerbitin novel! ^ ^
Dinoy: Halo, Aall… *pasang tampang kiyut* ^^
Altami: Haloo, Kak Diiin…!!
Dinoy: Sebelum kepo-kepoin lebih lanjut, kenalin diri dulu dong profil singkatmu ke temen-temen pengunjung blogku, hehe….
Altami: Halo, readers! ^^v Namaku Altami N.D. Lengkapnya: Altami Nurmila Daniari, bisa dipanggil Al, atau Mila. ๐ Aku adalah sulung dari tiga bersaudara. Part time writer, full time dreamer. ๐ Dan saat ini aku tinggal di Kediri.
Dinoy: Okaay. Nah, Al pasti suka baca dong yaa? Kasih tahu kita dong, seberapa besar kamu menyukai membaca buku?
Altami: I AM IN LOVE WITH READING SO MUCH! Sejak kecil aku udah dikenalkan sama membaca buku. Awalnya sekadar baca komik bonusan yang ada di majalah langganan MamaโAyah Bunda. Setelah itu mulai suka membaca komik, sukanya serial cantik, serial detektif, sama Harlem Beat. ๐ Gara-gara baca Harlem Beat pula aku suka basket. Hehehe. Terus waktu SD, aku mulai kenal dengan novel. Jadi setengah hidupku (dihitung sejak SD) dihabiskan nungguin Harry Potter terbit. Aku juga suka baca buku-buku nonfiksi, yang paling favorit itu buku nonfiksi karangannya Jack Canfield dan Kimberly Kirberger. *fans serial Chicken Soup*
Dinoy: Lalu, kira-kira sejak kapan kamu memutuskan bahwa kamu harus menuliskan ceritamu sendiri, daripada sekadar baca cerita orang lain? Apa pemicunya?
Altami: Aku mulai nulis itu sebenarnya sejak kecil, awalnya di buku tulis, pakai pensil. Waktu SD aku udah mulai nulis-nulis fabel gitu, iseng. Mungkin karena kebanyakan baca buku-buku dongeng yang dibeliin Mama. Sampai sekarang Mama masih simpan sih buku tulis bersejarah itu. ๐ Tapi waktu Itu cuma dijadiin hobi iseng sepintas lalu yang nggak diseriusin. Terus fix memutuskan untuk punya novel sendiri itu setelah baca novel Eiffel I’m in Love karya Rachmania Arunita, umur 13 tahun. Sejak baca karya-karya dari anak yang umurnya nggak jauh beda dari aku, aku langsung termotivasi untuk pengin punya cerita yang aku tulis sendiri. ๐
Dinoy: Ahahaha! Eiffel Im in Love itu kamu baca di umur 13?? Aku baca pas… *sembunyiin ktp* xp
Altami: Wakakaka!! Aku inget tuh aku SMP kelas 2.
Dinoy: Hehe. Oke sekarang kita bahas novel barumu ya: A Week Long Journey. Pertanyaan sejuta umat nih: ide awalnya dari mana sih? ๐
Altami: Yeah, alhamdulillah pertanyaan awalnya bukan โapakah ini kisah aslimu?โ Wkwkwk soalnya udah capek jawabnya. ๐ Ide awal itu karena lihat teman-teman kampus di IPB banyak yang merasa kesasar masuk jurusannya. Merasa kesasar masuk FMIPA-lah, Fapet-lah, Faperta-lah. Banyak faktor yang menyebabkan mereka bilang begitu, biasanya karena terpaksa karena udah males ikut SNMPTN lagi, kejebak udah telanjur keterima PMDK, atau yang paling klise: karena disarankan (rada pakai dipaksa) sama orangtua.
Dinoy: Haha! Terus?
Altami: Aku lihat itu sebagai masalah yang serius, ya. Karena ngejalanin empat tahun kuliah di IPB itu nggak bisa dibilang gampang. Kalau dijalankan setengah-setengah, terus gimana kalau udah jadi sarjana? Menurutku penting untuk hidup dengan passion. Sayangnya nggak banyak orang yang yakin sama passion dia sendiri… Yang akhirnya bikin orang itu merasa terbebani dan nggak puas sama hidupnya seumur-umur. Mereka udah membiarkan diri mereka tersesat sendiri. Begituu, hehehe.
Dinoy: Oke dari situ lalu muncul tokoh Lina yang merasa passion-nya nggak didukung ortu ya?
Altami: Nggak cuma di IPB aja sih, ini masalah klasik di setiap perguruan tinggi kayaknya. Iyap. Dari situ.
Dinoy: Lalu, kenapa memilih eksplore tentang kehidupan keluarga etnis Tionghoa? Apa Altami berada di lingkungan itu?
Altami: Iya. Aku kenal banyak orang dari etnis Tionghoa dan ada sejarah tentang mereka yang nggak banyak orang tahu (yang aku tulis di A Week Long Journey) dan aku harap hal itu bisa diketahui oleh orang banyak. Karena dampak yang ditimbulkan dari masalah rasial itu sangat besar buat kaum minoritas tersebut. Aku tahu banyak keluarga yang tercerai-berai waktu aku ada kesempatan buat ke Hong Kong di tahun 2013 lalu. Jadi message-nya: semoga nggak terulang lagi. ๐
Dinoy: Hm, nice message. ๐
Altami: Yah supaya nambah memaknai aja Pancasila sila ketiga. Hehehe.
Dinoy: Nah berarti untuk membangun nuansa keluarga Tionghoa ini, selain kamu bilang kenal banyak… tetap ada riset khusus, dong? Misalnya satu atau beberapa keluarga? Atau orang-orang yang khusus kamu tanyai? Hehe ceritain dong risetnya….
Altami: Eh ya aku nggak lagi berbicara untuk mewakilkan salah satu golongan yah, ๐ Buatku ya Indonesia itu satu. ^ ^
Dinoy: Iyap, got it. ๐
Altami: Menjawab pertanyaan soal riset. Aku pernah ke Hong Kong sebelum pembuatan A Week Long Journey ini, selama seminggu. Itu menjadi pijakan dasar aku membangun setting Hong Kong di novel ini. Aku juga banyak ngobrol sama pemandu selama tur (daripada kalap belanja, hehe), aku mengumpulkan peta-peta selama tur, selain itu aku browsing dan tanya-tanya teman yang memang orang Tionghoaโnamanya Selina dan Robert. Mereka banyak ngasih tahu aku tentang silsilah penyebutan keluarga di Tionghoa yang unik banget, juga mereka membantu aku untuk mengoreksi bahasa Tionghoa yang ada di A Week Long Journey. ๐ Juga baca-baca di blog, artikel, dan nonton video di YouTube buat memperkaya riset. Hehehe.
Dinoy: Ah I see. Manteb risetnya! ^ ^
Altami: ๐
Dinoy: Jadi, berapa lama proses penulisan A Week Long Journey ini dari sejak idenya muncul?
Altami: Sebulan. Cukup cepat karena waktu itu dikejar deadline buat diikutin lomba di salah satu penerbit, tapi nggak menang. Kayaknya draf awal yang dikasihin ke penerbit buat lomba itu emang parah. Wakakakak! Makanya lolos tahap awal aja kagak. ๐
Dinoy: Oooh! Ahaha jadi ini awalnya buat penerbit lain, tooh! Habis tahu kalau kalah, langsung diajukan ke GPU atau kamu utak-atik lagi?
Altami: Awalnya buat lombaaaa, terus bye-bye, hahaha. Aku utak-atik lagi, Kak. Yah sampai nemu yang dirasa pas. Baru diajuin ke GPU.Dan itu naskah udah ditolak sembilan kali sama penerbit, lho!! Tiap ditolak dibener-benerin lagiii… Eh alhamdulillah, malah nyantol di penerbit idaman.
Dinoy: Wow… Maksudnya SEMBILAN penerbit berbeda?? :O
Altami: Iyaaa…. Sembilan penerbit berbeda!! I can show you those email-email penolakan. ๐ Alasan aku nggak masukin ke GPU dulu karena nggak pede sejak awal. Aku udah yakin ditolak sama penerbit sekelas Gramedia, apalagi sebelum itu ditolak berkali-kali sama penerbit lainnya. Pas masukin GPU ya udah nothing to loose aja, meskipun aku juga udah benerin lagi sebelum diajuin. Jadi 90% yakin ditolak, 10% mengharap keajaiban diterima. Hehehe!
Dinoy: Wah, memang jodohnya dengan GPU, nih! Terus soal karakter nih. Kan banyak tuh karakter di novel ini. Karakter mana yang bikin kamu paling susah menyelami? And why?
Altami: Lina sama Dewi. ๐ Menyelami jalan pikiran Lina itu susah, sih. Hampir tiap part dalam A Week Long Journey itu mengeksplore perasaan Lina dengan sifatnya yang intuitif, dan aku berusaha merangkum semua kekhawatiran orang seusia Lina yang menghadapi permasalahan serupa dalam satu karakter: Lina. Dan itu cukup…. butuh effort. ^ ^
Altami: Nah, kalau Dewi… aku kepingin membuat dia culas dalam dosis yang wajar. She is good-villain, aku selalu khawatir ‘takaran’nya nggak pas. ๐
Dinoy: Ahaha, Dewi itu nyebelin sekaligus aneh!
Altami: Iyaa, hahaha! Menciptakan alasan dia bersikap begitu juga salah satu hal yang bagiku nggak gampang ๐
Dinoy: Nah sekarang aku mau masuk hal-hal terkait penerbitan yaa. Bisa diceritain prosesmu submit naskah ini sampai dinyatakan diterima?
Altami: Waduh, berbulan-bulan banget deh ituuu. Lebih dari empat bulan, pastinya…
Dinoy: Ooh. Terus, dinyatakan diterima caranya gimana? Reaksimu?
Altami: Meeeewwweeeeekkk! Gemeteran. Nggak percaya. Nangis bombay. Norak-norak nggak jelas. Ngucapin makasih sama yang udah ngebantu dan ngedoain. Tapi bagian paling susah dari nerima pengumuman itu adalah berusaha menahan untuk nggak langsung euforia di medsos. Hehehehe. Oh ya, pemberitahuannya viaย email.
Dinoy: Ahahaha, seru nih! Oke-oke, nah setelah itu proses editingnya? Berapa lama dan apa ada hal-hal dari isi cerita yang mereka ingin ubah?
Altami: Editing itu prosesnya dua bulanan. Mereka nggak mengubah isi cerita, sih, cuma meneliti apa naskahnya bolong logika nggak. ๐
Dinoy: Lanjut! Sekarang aku mau tanya soal label yang ada di novel ini ya, yaitu Young Adult. ๐ (fyi, ini adalah label baru untuk novel-novel lokal GPU, dengan rentang usia antara setelah Teenlit, sebelum Metropop dan Amore.) Jadi Al sudah tahu kalau naskah A Week Long Journey ini bakal dimasukin label baru, yaitu Young Adult lokal?
Altami: Enggak. Ekspektasi awalnya mungkin masuk ke Teenlit. ๐ Tapi terus dijelasin kalau naskahku ini masuk Young Adult. Jadi email penerimaan naskahnya berbunyi: โSaya sudah baca naskah utuhnya dan memutuskan untuk menerima naskah ini agar bisa diterbitkan Gramedia Pustaka Utama (GPU) di bawah genre Young Adult.โ Alasan untuk mengusungkan novel ini dalam Young Adult karena sudah masuk dunia perkuliahan dan permasalahan yang dihadapi sedikit lebih rumit dibandingkan remaja usia sekolah.
Dinoy: Sip, sip! Ini sekalian informasi buat teman-teman ya, kalau ingin memasukkan naskah ke GPU yang sekiranya cocok untuk genre Young Adult. ๐ย Nah, Al, sekarang aku akan menyampaikan apresiasi sekaligus kritikku sebagai pembaca A Week Long Journey. ^ ^ Al silakan menanggapi yaakh.
Altami: Iyaaah!
Dinoy: Menurutku, aku suka banget sama kemasan novel A Week Long Journey ini, simple yet eye catchy! Hehe. Ah jadi ingat mau tanya soal kover, sejauh mana kamu dilibatkan? Lalu, aku suka alurnya yang mengalir enak diikuti. Konfliknya juga terasa proporsional. Perihal nuansa keluarga Tionghoa-nya sendiri membuatku merasa hangat dan terharu baca eratnya hubungan kekerabatan mereka. ๐ Terus konfliknya, suka-suka aja sih meski ada sedikit kurang srek. Tapi yang penting, ending win-win solution itu yang aku suka. Nggak maksa sekaligus nggak begitu saja, hehe.
Dinoy: Al, mau nanggepin dulu? ^^
Altami: :’) Aku dilibatin dari awal sampai akhir kok buat proses kover, cuma pas dikasih tahu yang biru ini, aku langsung suka! Hehehe. Awalnya mau pakai foto asli, terus diskusi-diskusi, akhirnya kita buat yang simpel dan original. Sampul depannya itu tulisan tangan asli dari Mas Iwan, yang desain kover ini. ๐ Jadi aku happy banget karena koverku ini “handmade”. Hehehe. Wah! Aku makasih banget dan merasa terharu Kak Dinoy bilang gini. Serius deh! Makasih yaaah, Kak. *siap-siap dikritik*
Dinoy: Oke kritiknya, tadi bahas penampilan alias yang fisik-fisik. Kritik soal โfisikโ tentu juga ada yaitu masalah typo. Haha jujur aja pas baca novel ini mood-ku lagi cukup baik, jadi nggak gemes-gemes banget masalah salah tulis yang banyak. Plus, udah baca duluan dari pembaca lain soal typo ini. Plus lagiii, ceritanya dan alurnya yang oke. Tapi ya tetep siih… Kenapa kenapa kenapaa… bisa banyak salaah tuliiiss?? Haha.
Dinoy: Soal konflik, kenapa romance-nya kuraang? Aku suka Chen Zang, though I think I could know him moorree! Kenapa chemistry Chen sama Lina kurang, apa sengaja nggak mau fokus banyak di situ, lebih ke kegalauan Lina soal passion? Hm, udah.ย ๐
Altami: Hehehe. Okey yang pertama dulu. Soal โtypoโ, aduh ini sejujurnya yang bikin aku nggak enak sama pembaca, huuhu. ๐ฆย Okay, aku dan editorku juga sama-sama kaget pas tahu ada typo yang muncul. Sebagian memang kami luput, sebagian sudah dibenarkan dan tetap muncul. Well, tapi human error pasti ada. We did our best buat kerapian naskah ini, tapi mungkin memang harus tercetak begitu, dan aku harus banyak-banyak bilang minta maaf sama pembaca. Pasti nggak nyaman harus bertahan membaca dengan typo. I am sorry. Yah, semoga bisa dicetak ulang biar bisa diperbaiki. :’) *amiiin*
Altami: Soal Chen Zhang sama Lina… Hmmm… Hehehe, mereka baru ketemu selama seminggu. Jadi memang aku fokusnya nggak di sana, aku pengin membuat karakter yang nggak bikin pembaca bilang, “Loh, kan baru seminggu ketemu… gampang amat nih cewek…” NOOO!! ๐ Atas keputusan yang diambil Lina di bab terakhir, dia harus lebih realistis dan hati-hati soal masalah hati. Tanggung jawab sedang menanti, kan. ๐ So do Chen.
Dinoy: Alright! Terima kasih Al buat jawaban-jawabannya. Terakhiiir, silakan promosi kenapa teman-teman harus baca A Week Long Journey? Hehe.
Altami: Okaaay! A Week Long Journey adalah novel keempat di genre baru GPU: Young Adult.ย Sekaligus karya pertamaku. ^^ Novel ini banyak bercerita tentang mimpi dan keluarga. Buat yang masih bingung urusan jurusan kuliah, bisa banget baca novel ini. Bagi yang galau mau nerusin usaha orangtua apa enggak, bisa banget dilirik novel ini. ๐ Juga yang masih bingung tentang passion-nya, silakan dibaca. ๐ Semoga menjadi teman yang hangat dalam mendengar suara hati tentang mimpi-mimpi kalian, ya! ^^v
Dinoy: Terima kasih banyak ya Al, sudah menanggapi kekepoanku inii, hehe!
Altami: Aku juga terima kasih loh Kak, so honored bisa diwawancarai Kak Dinoyyy!^^ *peluk* *jabat tangan*
Dinoy: My pleasure too. *hugs back*
Teman-teman, itu tadi perbincanganku yang cukup panjang bareng Altami. Semoga bisa menginspirasi teman-teman yang sedang berjuang menyelesaikan naskah, yaa! Nggak ada salahnya kok bermimpi ingin bergabung dengan penerbit idola, karena kekuatan mimpi itu sangat besar! Plus, kalau kalian punya sesuatu untuk disampaikan di dalam cerita, kalian harus benar-benar yakin dan menulis dengan hati, sehingga pesannya pun sampai ke pembaca.
Oh ya, kalau mau colek-colek Altami bisa ke akun Twitter-nya: @altamindย Sampai ketemu dengan obrolan penulis selanjutnya!!ย ๐