Giveaway People Like Us!

PLU-Quiz

Nggak bosan dengan giveaway di blog ini, kaaan? ^ ^ Kali ini saya akan menghibahkan satu dari dua jatah novel People Like Us terbitan Haru yang saya proofread. Seperti di atas tuh penampakannya, saya ambil dari rak Gramedia Tunjungan Plaza Surabaya. Nah, cara mendapatkannya melalui kuis ini tidak akan terlalu susah, tetapi menuntut suatu kreativitas!

Sebelum umumin caranya, saya kasih tahu sedikit ya cerita novelnya kayak apa. Novel ini bercerita tentang seorang remaja bernama Amy yang naksir sama cowok bernama Ben. Amy adalah seorang cewek biasa yang nggak bisa begitu aja bilang kalau dia suka sama Ben, alhasil dia cuma bisa perhatiin Ben diam-diam. Oh ya, mereka pertama bertemu di kursus musik. Nah, Amy sempat bertahun-tahun kehilangan Ben karena cowok itu nggak ikut kursus musik lagi, tetapi justru bertahun-tahun setelahnya dia dipertemukan lagi dengan Ben di SMA yang sama! Lalu, apa istimewanya cewek yang naksir diam-diam seorang cowok yang bahkan nggak peduli padanya ini? Silakan baca resensi dariku di sini.

Silakan simak ketentuan mengikuti kuis ini:

  • Memiliki alamat di Indonesia sebagai pengiriman hadiah jika menang. 🙂
  • Punya akun Twitter, follow akunku @dinoynovita dan akun Penerbit Haru @penerbitharu
  • Share tentang kuis ini di Twitter dengan format: [Kalimat ajakan ikut kuis People Like Us] [copas link artikel ini] #QuizPLU cc @dinoynovita (sekali twit saja cukup yaa)
  • Kreasikan sebuah adegan dan dialog singkat tentang Amy yang ketemu lagi dengan Ben setelah tiga tahun nggak lihat cowok ini–dan ingat ya Amy ini naksir dan suka diam-diam memperhatikan Ben. Yang harus ada: setting tempat dan waktu, juga dialog singkat antara kedua tokoh.
  • Contoh:Pada suatu Selasa sore, ketika Amy baru hendak memasuki sebuah minimarket, dia melihat seorang cowok yang sontak membuat matanya membelalak. Cowok itu! Sudah lama sekali Amy tidak melihatnya, tetapi tetap saja cowok itu mampu membuat jantungnya deg-degan tanpa dapat dicegah. Amy mulai gelisah, sibuk berpikir apa yang akan dilakukannya terhadap cowok itu. Memberanikan diri untuk menyapanya, atau membiarkan cowok itu pergi begitu saja? Tapi… kalau tidak sekarang, kapan lagi Amy dapat menyapa cinta pertamanya itu? Astaga… aku harus apa?? Amy semakin gugup.“Hai…?” Tidak disangka, malah cowok itu yang menyapa Amy duluan!

    “B… Ben! Ingat aku?” Meski gugup, namun suara Amy keluar juga dengan selipan rasa senang.

    “Maaf, kita pernah kenal ya? Tapi sedari tadi kamu menatapku aneh dan… kamu menghalangiku mengambil sepedaku di situ.”

    Rentetan suara bariton milik Ben, cowok yang disukai Amy diam-diam sejak melihatnya di kelas musik tiga tahun lalu, sontak membuat hati Amy mencelos. Dia harus kecewa, karena Ben sama sekali tidak mengingatnya; padahal mereka dulu pernah bertatap muka seperti ini. Mungkin, ini bukan hari baik bagi Amy. 😦

  • Setting tempat dan waktunya bebas, akhir cerita singkatnya pun mau dibikin sedih atau happy juga bebas, tetapi yang jelas ada unsur Amy yang bingung bertemu cowok gebetannya yang udah tiga tahun menghilang. ^^ Oh ya, nggak usah terlalu panjang ya, maksimal 300 kata! Anyway contoh yang aku buat tadi 173 kata lho! Hehe.
  • Tuliskan cerita kreasimu di kolom komentar di bawah artikel ini, dan jangan lupa menulis identitas berupa nama dan akun Twitter kalian di bawah ceritanya.
  • Submit jawaban mulai tanggal 02 – 13  Juli 2014, satu pemenang akan aku umumkan di Twitter tanggal 19 Juli 2014!

Sudah jelas syarat-syaratnya?? Aku tunggu yaa kreasi kalian. Dan sebagai penutup, aku kasih satu quotepic yang aku ambil dari akun Twitter @penerbitharu niih berkaitan novel People Like Us! ^^

QuotePic-PLU

25 thoughts on “Giveaway People Like Us!

  1. huuuuuh, let’s see what i’ll do for this GA 😀

    Amy, tak pernah sungkan untuk menanti sosok lelaki yang telah pergi dari kehidupannya selama tiga tahun ini. tapi di sinilah dia sekarang, mematung, ragu untuk melanjutkan langkah kaki ke kelas musik sore nya seperti biasa. dan seperti biasa juga, amy hanya memandang kosong engsel pintu yang kini harus dia buka seperti kebiasaannya sejak tiga tahun lalu. hanya saja ada yang berbeda dari 3 tahun lalu. dulu, dia selalu membuka engsel pintu ini dengan cengiran misteriusnya dan segera mencari sosok bernama Ben, yah sosok yang dia cintai sejak lama, walau dalam diam. tapi sekarang, rasanya musik hanya seperti kebiasaan kosong baginya, bukan alunan melodi indah yang mampu menyihirnya.

    “permisi..!” sesungguhnya Amy memiliki cukup tenaga untuk menoleh ke belakang dan mempersilahkan seseorang itu untuk melangkah masuk terlebih dahulu, tapi entah mengapa, saat ini pikiran dan saraf-saraf motoriknya hanya bisa membeku. “kamu menghalangi pintu masuk, loh..!” kata seseorang itu dengan nada yang sedikit meninggi. dan seketika itu pula Amy tau dia menjadi penghalang pintu masuk sore ini. “ohh.. hmmm.. iya.. silahkan..” Amy serba salah mengetahui dirinya yang mematung tak berdaya. dan lebih tak dipercayanya lagi adalah sosok lelaki yang kini berdiri tegap dengan raut wajah heran di depannya. “Ben….” begitulah, hanya satu kata itu yang membuat amy sedikit tersadar dari lamunannya lalu… “ben? 3 tahun sudah..” lalu kalimat yang diucapnya begitu pelan menggantung di udara begitu saja. “oh.. ternyata kamu gak banyak berubah yah, my.. masih aneh dgn tatapan kosong itu. haha…” seketika saja Amy melongo mendengar kalimat lelaki itu. terang saja, itu Ben, lelaki yang selama ini dia rindukan dan yang paling mengharukan bahwa Ben masih mengingatnya. “eh.. hmm.. iya, Ben.. kamu…” “kamu kenapa my? aneh banget liat aku disini, ternyata kamu masih les musik disini? okelah, aku mau deh lanjut disini.” lalu sosok Ben melengos begitu saja masuk ke tempat les musik tersebut. sementara Amy, tetap dengan posisi semula, mematung, berusaha mencerna kalimat Ben. “apa itu artinya dia kembali lagi?”

    sejak saat itulah Amy merasa dunianya yang selama ini sudah suram selama 3 tahun kembali membuahkan harapan besar, walau perasaan nya sampai saat ini sekadar dia sembunyikan di relung hati paling dalam, yang terpenting Ben telah kembali di pandangannya. (to be continued)

    hehe kayaknya segitu aja yah kak 😀
    Sintyatika Putri (@Sintyatika_Tyn)

  2. Saya ikutan yaa, Kak. 🙂

    Musim hujan bulan Desember. Ah, Amy lupa kalau akhir-akhir ini memang sering hujan. Baju seragam SMA baru yang ia kenakan kini membentuk pola rembesan tidak beraturan karena tetesan air yang tidak sempat dihindarinya. Dia bergegas berlindung di depan sebuah toko pakaian yang atapnya melindungi dari hujan. Sesekali Amy memeluk lengannya sendiri. Kedinginan.
    Amy tidak sendiri. Ternyata bukan hanya dia yang lupa membawa payung di musim hujan seperti ini. Di sebelah kirinya ada wanita paruh baya yang sibuk mengelap kacamatanya yang berembun. Di sebelah kirinya, sekilas, dia melihat cowok SMA. Mungkin satu sekolah dengannya. Amy meniup-niup kedua telapak tangannya, berusaha menghangatkan diri.
    Diam-diam Amy melirik sepatu siswa SMA yang ada di sebelahnya. Kemudian mengingat Ben. Ben juga sering mengenakan sepatu kets seperti itu, dulu.
    ‘Hanya dengan melihat sepatu orang lain, kenapa aku malah mengingat dia lagi.. Bodoh,’ rutuknya dalam hati.
    Sekarang Amy saling menggenggamkan jari-jarinya, dan mengayun-ayunkannya ke depan seperti sedang memukul bola voli. Tingkah anehnya itu membuat cowok di sebelahnya menoleh. Merasakan ada yang memperhatikannya, Amy mempersiapkan tampang sinis untuk memergoki cowok itu. Kemudian dia menoleh.
    Alih-alih memarahi, Amy malah melongo. Kepalan tangannya yang sedari tadi berayun-ayun, berhenti di udara. Kini mulutnya malah menganga kaget. Cowok itu masih memperhatikan wajah Amy, ikut kaget dengan reaksi di luar dugaan yang diberikan cewek itu.
    “Apa?”, spontan Ben bertanya.
    “BEEEN?”, tanpa sadar Amy memekik. “Kamu Ben, ‘kan? Hei.. Kamu sekolah di SMA Harapan Bangsa juga? Kok aku nggak pernah liaaat?”, Amy mulai cerewet seperti biasa. Sekarang badannya menghadap ke Ben, cowok itu, cowok yang diam-diam dia taksir sejak beberapa tahun lalu. Tangannya sibuk meremas-remas roknya gugup menunggu tanggapan Ben.
    “Eng.. kamuu..”,
    “Iya! Ini aku!”, masih dengan ceria, Amy menatapnya dengan mata yang berbinar-binar.
    ‘Ben, kamu kok makin ganteeeng!’, pekiknya tidak sopan dalam hati.
    “.. kamu siapa ya?”, ucapan Ben membuat Amy terdiam bisu.

    Pas 300 kata. Hehe. 🙂 Makasih yaa, Kak. Maaf kalo kepanjangan.

    Zuhelviyani Zainuddin
    @evizaid

  3. Selalu ada alasan ketika kita berani untuk memilih seseorang. Kamis sore ini, aku mengintip Ben sedang tersenyum mengalunkan permainan pianonya di salah satu kelas musik ELFA School. Aku selalu ingin melihatnya tersenyum, apapun alasannya, aku akan terus berusaha meski aku tidak akan pernah benar-benar bersamanya. Lalu untuk apa aku bertahan di balik pintu ini tanpa berani mengucapkah sepatah kata pun tentang perasaanku?

    Kudengar Piano Concerto 2 in F, Larghetto, Chopin.

    Mataku terpejam. Aku berada di sebuat bukit di Eropa, menghirup aroma pagi yang mendung, tapi sangat nyaman dan sejuk.

    Permainan piano berhenti. Terdengar suara langkah mendekatiku. Aku membuka mata.

    Seorang siswa lelaki yang jangkung menatapku. Aku tak percaya…

    “B… Ben! Maksudku..,” aku dengan canggung menatapnya. Dia lalu memandangku dari ujung kepala hingga ujung kaki.

    Apakah aku jatuh cinta diam-diam? Memilih rasa ini ditutup rapat dan hanya aku sendiri yang mampu merasakannya. Aku tahu “cinta memang harus diungkapkan karena tidak ada cinta yang disembunyikan kecuali oleh orang yang terlalu mencintai dirinya sendiri”. Tidak, aku mencintai Ben lebih dari yang kubayangkan. Tapi apakah aku sanggup melihatnya menjauh dariku? Aku tidak mungkin mengambil kesalahan yang sama seperti tiga tahun yang lalu ketika dia tahu perasaanku, dia justru menarik diri dan tidak akan memanggil namaku lagi. Aku hanya ingin berada di sampingnya, tidak peduli apapun yang dia rasakan.

    “Amy? Sedang apa disini? Mau main bareng?”

    “Ah…itu…nggak.., eh maksudnya…iya,” aku gugup, sangat. Lalu mengikutinya di belakang, dan duduk berdampingan menghadapi grand piano itu dan mulai memainkan Beethoven Symphony no. 9 in D minor bersama.

    Jatuh cinta diam-diam bukanlah hal yang aku inginkan. Aku ingin dia merasakan hal yang sama, mengucapkan namaku dengan lirih ketika dia merindu, memberikan hatinya untuk kusimpan selamanya. Seandainya… ya, aku hanya sanggup berandai-andai… karena setiap kali aku ingin memulai suatu kisah, dia justru membubuhkan segalanya dengan tanda tanya…

    *297 kata

    Asy-syifaa H.S.
    @asysyifaahs

  4. Udah lama gak ikut GA nya kak dinoy nih… hihi. Aku ikutan lagi ya kaaaaakkk! Ga pa pa kan yaaa hehe :3
    oke… cekidot~

    Minggu pagi itu Amy bangun. Tubuhnya terasa pegal-pegal. Semalaman Amy tak bisa tidur. Karena baru satu jam Amy tidur Amy terbangun, karena tiba-tiba ia bermimpi aneh. Amy bermimpi bertemu Ben yang sudah 3 tahun ini tak diketahui keberadaanya.
    “Ck.. Kenapa harus mimpiin Ben sih!” Amy mengacak-acak rambutnya dan mendecak sebal, menambah berantakan tampilannya.
    Mimpi itu masih terus menempel di otaknya saat tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu. Amy heran siapa orang yang berani bertamu sepagi ini. Dengan langkah enggan sambil sesekali menyeka kedua matanya yang agak sembap Amy menuju ruang tamu, Amy membuka pintu sambil menguap, “Hoaamm… mau cari siap..” seketika suaranya terhenti, dadanya berdetak kencang, bergemuruh. Amy terbengong beberapa saat, ia tak percaya dengan kehadiran seorang tamu lelaki ini… “B…Ben?!” suaranya tercekat. Ben tersenyum tipis melihat penampilan Amy, mata besar Ben memandang Amy dari ujung kepala hingga ujung kaki seperti hendak menelenjangi Amy, “Baru bangun tidur ya?” tanya Ben dengan tetap mempertahankan senyumnya.
    ‘Mampus! Senyumannya itu…’ Amy mengangguk dan juga menggeleng dengan bingung. Mendapati reaksi Amy yang salah tingkah, Ben tertawa kecil, “Haha.. Amy.. Amy..”, Ben mengacak pelan rambut Amy dan menerobos masuk ke rumah Amy tanpa meminta persetujuan Amy terlebih dahulu.
    Amy terdiam seperti orang bisu. Masihkah ia bermimpi?
    Amy bingung.
    Amy frustasi.
    Amy pusing tujuh keliling.

    ‘Ya Tuhan, apa yang harus aku lakukan?’
    [TBC : To Be Continued]

    Yups! Kepala saya tiba-tiba terasa pusing kak haha… Segitu aja deh, ga bakat nulis sih. Baru kali ini nekad karena mau ikutan GA-nya kak dinoy hehe. Yah… walaupun begitu semoga hasilnya seperti yang apa kak dinoy harapkan. #tsah.
    Makasih atas GA-nya ya kakkk.. mmuah!

    Nandita Nuzul Rahmah
    @naan_dita

  5. Musim gugur tiba, nampak sebagian dedaunan telah menguning. Pada suatu sore yang hampir senja sepulang dari taman Amy mengunjungi sebuah coffee shop yang berderet di sepanjang pertokoan di jalan. Ia hendak melepaskan penak sejenak dengan menyesap kopi espresso kesukaannya. Amy duduk di salah satu bangku dekat jendela. Ia terlihat mengamati beberapa pejalan kaki yang berada di luar. Amy mengerjap tak percaya sosok yang begitu di rindunya bertahun-tahun telah ada di sekitarnya. Ben yang tak lain adalah orang yang ia kagumi berjalan diantara pejalan kaki yang berlalu lalang. Mata Amy seolah memburu. Ia segera beranjak dari kursi, entah setan apa yang berbisik hingga membuat kaki Amy melangkah keluar mengikuti Ben.
    “B..ben?” suara lembut nan ragu itu berhasil membuat si pemilik nama menoleh.
    Ben tampak bingung. “maaf kau siapa? Apa kau mengenalku? ” balasnya.
    “aku Amy, Amelia collins teman mu dulu waktu di kelas musik. Apa kau tak ingat denganku? ” Amy memperlihatkan senyuman termanisnya.
    “Amy ??.. maaf aku tak ingat sama sekali” jawabnya ketus.
    Deg.. hati Amy seolah terbelah menjadi sebuah kepingan yang tak beraturan. Ben sosok yang begitu ia kagumi sama sekali tak mengingatnya.
    “Apakah Ben memang tak pernah mengenalku? Apa Ben hanya berpura-pura tak ingat denganku ? Atau Ben amnesia? “ pertanyaan itu memenuhi benak Amy.
    Kaki Amy serasa tak dapat menopang tubuhnya sendiri, napasnya terasa sesak, matanya telah siap mengeluarkan cairan bening dari sudut matanya.

    Muhsinatud Diyanah
    @diyan402

  6. Di sebuah rumah makan cepat saji, Amy mengantri sendirian untuk membeli satu porsi ayam dan nasi.
    “Silahkan,” Sapa mbak-mbak di counter. Amy mengangguk dan maju selangkah. Amy mulai memilih makanan yang akan dipesan.
    Orang-orang di sebelah kanan dan kiri ikut maju. Antrian saling berganti. Saat menunggu, Amy bertemu dengan cinta diam-diamnya.
    “BEN?!” Teriaknya dalam hati. Amy menggigit-gigiti bibirnya. Gugup. Ingin memanggilnya tapi laki-laki itu juga sedang memesan.
    Amy menoleh kepada Ben. Ben tidak menoleh padanya. Amy berpikir keras. Apa ini kesempatan dari Tuhan untuk berkata langsung pada Ben?
    Amy menoleh lagi pada Ben. Laki-laki itu sibuk mentouch-touch smartphonenya. Amy menarik napas.
    “Ini pesanannya. Ada yang bisa dibantu lagi?” Kata mbak-mbak counter.
    “Ada, tolong buat Ben menoleh padaku!”
    Tapi tentu saja itu hanya dalam hatinya Amy. Amy tersenyum lalu menggeleng lemah.
    “B…Bbbeeen” Amy berkata sambil terus berjalan keluar dari antrian. Amy menunduk. Ia malu, suaranya ternyata keluar cukup keras. Mungkin karna Ia lelah cintanya terus menerus Ia pendam dari dulu.
    Ben menoleh ke belakang. Mencari sumber suara.
    Amy menunggu Ben di luar antrian. Ben mendekat.
    “B..bbbeen.” Amy menatap Ben. Ben berhenti dan menatap bingung pada Amy.
    “Permisi, maaf ya mbak” Ben menggeleng menatap Amy, lalu pergi. Amy tak percaya dengan reaksi Ben tadi. Menyesakkan. Amy tertunduk menutupi air mata yang mulai jatuh di wajahnya.

    226 kata*
    Fila Giani
    @filagiani

  7. Pada hari minggu pagi, Amy mendaftarkan diri untuk ikut kursus musik. Bagi Amy musik adalah segalanya. Ketika Amy sedang mengisi formulir, ia melihat sosok laki-laki berbadan tinggi, dan Amy sepertinya mengenalnya. Amy diam-diam melihatnya sambil memperhatikan, dari wajah, rambut, dan matanya, apakah laki-laki ini benar-benar yang Amy cari selama tiga tahun telah menghilang? Astaga! Itu benar, itu Ben! Dan Amy memberanikan diri untuk menyapanya.
    “H…a…i?” sapa Amy agak gugup.
    “Hai juga,” sapa Ben kembali santai.
    “Namamu Ben, kan?” tanya Amy.
    “Iya. Tapi maaf.. Anda siapa, ya?” tanya kembali Ben.
    “Ini aku Amy!” kata Amy.
    “Hah? Amy? Siapa, ya? Aku tidak kenal Anda,” kata Ben.
    Setelah Ben menjawab pertanyaan itu, ia langsung pergi begitu saja meninggalkan Amy.
    “Ben tidak mengingatku, lagi? Mustahil!” ucap Amy dalam hati sekaligus sangat sedih.

    Aubrey Biancanitta
    @biancanitta

  8. Pada hari minggu pagi, Amy mendaftarkan diri untuk ikut kursus musik. Bagi Amy musik adalah segalanya. Ketika Amy sedang mengisi formulir, ia melihat sosok laki-laki berbadan tinggi, dan Amy sepertinya mengenalnya. Amy diam-diam melihatnya sambil memperhatikan, apakah laki-laki ini benar-benar yang tiga tahun telah menghilang? Astaga! Itu benar, itu Ben! Dan Amy memberanikan menyapanya.
    “H…a…i?” sapa Amy agak gugup.
    “Hai juga,” sapa Ben kembali santai.
    “Namamu Ben, kan?” tanya Amy.
    “Iya. Tapi maaf.. Anda siapa, ya? Apakah kita pernah kenal?” tanya kembali Ben.
    “Ini aku Amy! Ya, kita pernah kenal tiga tahun yang lalu,” kata Amy senang.
    “Hah? Amy? Siapa, ya? Maaf Aku tidak kenal dengan Anda,” kata Ben.
    Setelah Ben menjawab pertanyaan itu, ia langsung pergi begitu saja meninggalkan Amy.
    “Ben tidak mengingatku, lagi? Mustahil!” ucap Amy dalam hati sekaligus sangat sedih.

    Aubrey Biancanitta
    @biancanitta

  9. “Ngapain sih, Keenan? Aku masih ada tugas bikin instrument nih.” Tanyaku kesal. Amy tampaknya sedang sibuk mengerjakan setumpuk tugas. Eh… Keenan sahabatnya malah ganggu.

    “Amy… Amy… Aku mau curhat nih.”
    “Duh… Ntar aja! Aku sibuk nih…! Tugasmu udah selesai apa belum?”
    “Amy tadi di kelas piano ada anak baru lho, katanya sih ganteng dan jago lagi main pianonya. Katanya dulu juga pernah sekolah musik di Jepang lho.”

    Amy meninggalkan Keenan yang terus aja menceritakan si anak baru itu. Whatever lah… Aku harus segera ngumpulin tugas nih…! Seperti biasa kalau sudah panik Amy nggak bakalan peduli dengan sekitarnya. Akibat syndrom paniknya, dia menabrak seorang cowok saat berlari di koridor. Alhasil, partiturnya berserakan di lantai.

    “Aduh… Maaf… Maaf…” Buru-buru dia membereskan partiturnya.
    “Maaf ya… Aku sedang terburu-buru…” Amy berusaha meminta maaf. Dia tidak berani menatap wajah cowok yang ditabraknya.
    “Lain kali hati-hati.”
    “Singkat banget. Cuma gitu aja. Ya udahlah… Oh… Iya…. Tugas!” Amy segera berlari ke ruang guru untuk mengumpulkan tugasnya. Ah… Akhirnya selesai.

    Di bangku taman… Itu kan cowok yang tadi aku tabrak. Oia, aku belum tanya siapa namanya? Amy pun menghampiri cowok itu. “Hai… Aku Amy… Maaf tadi aku yang nabrak kamu. Nama kamu siapa?” Amy benar-benar terkejut saat si cowok mengangkat wajahnya setelah dia mengambil tas di bawah kursi taman itu.

    “Kamu…. Kamu…. Kamu…. Kamu……” Amy malah berlari ke kantin.
    “Gadis aneh tapi menarik juga,” pikir Ben dalam hati.
    Tidak mungkin. Dia tidak mungkin Ben. Ben… Akhirnya Kau kembali. Apa Kau tahu aku sangat merindukanmu.

    Nama : Agatha Vonilia Marcellina
    Akun Twitter : @Agatha_AVM

  10. Sore itu sewaktu Amy sedang melihat buku-buku baru di toko buku Gramedia, ujung matanya menangkap postur badan seorang cowok yang sepertinya ia kenal. Cowok itu ada sekitar 2 meter dari tempat ia berdiri dan sedang mengamati entah cover atau blur bukunya. Ia memakai kaos putih yang dibalut kemeja kotak-kotak biru putih dan dibalut lagi sama jaket cokelat. Tapi rambutnya pendeknya kemana? Sekarang agak gondrongan. “Ah, aku kembali seperti 3 tahun lalu. Mengamatinya dengan detail dan sembunyi-sembunyi,” ucap Amy dalam hati.

    Entah ini kebetulan atau enggak, cowok itu memalingkan wajahnya pada arah Amy. Kontan jantung Amy seperti berhenti berdetak. “Ben,” lirihnya.

    Amy segera melangkah mendekati Ben. Ia tahu, 3 tahun sudah berlalu. Ia sudah memikirkan untuk tidak menunggu Ben. Tapi ia sudah siap mengejar Ben.

    “Ben?” tanya Amy pelan.
    Ben mengernyitkan dahi. “Siapa ya?”
    “Amy.”
    Ben makin mengkerutkan dahinya. Dia masih heran.
    “Kita satu sekolah,” Amy memberi klu.
    Ben berpikir sejenak. “Ah ya, Amy. Apa kabar kamu?”
    “Baik. Kamu sendirian?”

    “Ben udah ketemu nih bukunya. Yuk langsung ke kasir aja!” Tiba-tiba seorang gadis menggamit lengan Ben.
    “Aku duluan ya…:” pamitnya pada Amy.

    Amy mematung di tempatnya. Hatinya yang sudah siap mengejar kembali menghampa. Inikah yang disebut cinta semakin jauh menjauh?

    Hapudin
    @adindilla

  11. Ini sudah ketiga kalinya Amy kembali menuju rak itu, membalik-balikan buku karangan penulis yang kurang ia sukai namun ber-cover sangat menarik.

    “Beli gak ya? Duh, kata orang sih bagus. Mana tinggal satu lagi.” sahut Amy dalam hati.

    Sehabis pulang sekolah tadi ia memang sudah merencanakan untuk ke toko buku sore ini, sebagai penulis cerita yang digemari teman-temannya, tentunya Amy butuh banyak referensi novel guna mendukung imajinasinya.

    Ketika kebingungan masih melanda benak Amy, tiba-tiba seseorang mendekatinya.

    “Permisi, Mbak, mau dibeli bukunya? Saya juga mau kalau situ gak ambil.” kata orang itu sopan.

    Tunggu. Masih dalam keterkejutan dan kebingungan, Amy menyadari satu hal, dia kenal hidung itu, dia kenal mata indah milik si pembicara, dia sangat kenal orang ini, tapi..

    “Ben?!” Amy terkaget sendiri menyadari mulutnya mengeluarkan suara sedikit menjerit tanpa sadar, “Kamu Ben, kan? Eh, tapi kok?”

    “Ssst! Bukan! Aku bukan Ben!” Orang yang dikenali Amy sebagai Ben ternyata mengelak.

    “Aku hapal hidung sama mata kamu, Ben. Aku Amy. Ingat?” Masih dalam kebingungan dan ketidakpercayaan Amy berusaha kembali tenang.

    “Amy..” Ben menundukan kepalanya dan menangis. “Iya, aku Ben. Tapi aku bukan Ben yang sama. Aku lebih nyaman seperti ini, bukan sebagai Ben.”

    Akhirnya Ben mengakui jati dirinya. Di hadapan Amy memang Ben, orang yang ia dukai 3 tahun lalu, namun dengan penampilan yang 180 derajat berbeda. Dia berubah jadi perempuan.

    Deasy Dirgantari Sasongko (@deasyds)
    Ps: 219 kata. Mohon maaf ceritanya bebas banget (maaf juga ke penulis novelnya, Ben yang harusnya ganteng charming jadi begini), kepikirannya begitu abisnya. Terima kasih.

  12. Siang itu matahari sedang terik-teriknya menyengat kota Boston. Seorang gadis dengan peluh menetes dari pelipisnya mengayuh sepeda kesayangannya dengan sekuat tenaga. Siang ini, gadis itu–yang bernama Amy, punya jadwal belajar bersama teman-temannya di perpustakaan kota. Sayangnya, dia ketiduran dan baru bangun ketika jam menunjukkan pukul satu lebih dua puluh. Dia sudah terlambat dua puluh menit. Karena itu meskipun panas matahari menyengat kulitnya tanpa ampun, Amy tetap mengayuh sepedanya dengan tenaga penuh.

    Tiba-tiba… CITTTTTTTTTTTTTT!

    Sepeda Amy nyaris bertabrakan dengan sebuah sepeda yang dikendarai seorang laki-laki tampan di pertigaan depan toko roti. Dia mengerem sepedanya dengan mendadak dan nyaris terjerembab ke tanah kalau saja kaki kirinya tak sigap menjaga keseimbangan dirinya beserta sepedanya. Laki-laki itu datang dari sebuah lorong yang diapit bangunan bertembok bata, jadi Amy tidak bisa melihat kalau ada sepeda yang berbelok ke arah kanan, ke arahnya.

    Mulut Amy terbuka, tercengang bukan karena kejadian barusan yang nyaris membahayakannya tapi karena laki-laki di depannya itu adalah sosok masa lalunya. Ben. Sosok yang selama ini dikaguminya dalam diam. Sosok yang pergi tiga tahun silam. Pikirannya berkecamuk, dia ingin sekali menatap Ben lama-lama, berbincang dengannya, atau sekadar mengingatkan Ben siapa dirinya, tapi sekarang ini tidak ada waktu untuk melakukannya. Dia harus bergegas.

    “Kau baik-baik saja?” tanya Ben.

    “Ya aku baik-baik saja.”

    Amy mengatakannya seraya mengarahkan sepedanya memutari sepeda Ben yang melintang menghalangi jalannya. Bersikap seolah-olah tidak terjadi apa-apa, seolah-olah jantungnya tak berdegup sedemikian kerasnya hanya karena menatap kembali wajah itu, kedua bola mata itu. Belum sempat Amy menaiki kembali sepedanya, suara Ben telah menghentikannya.

    “Kita… pernah bertemu sebelumnya?”

    Amy menoleh, bertemu pandang dengan Ben. Lalu berujar pelan, “Ya, kita pernah bertemu sebelumnya,” kata Amy sambil tersenyum, sebelum mulai mengayuh sepedanya pergi. Meninggalkan Ben yang masih mengingat-ngingat di mana dia pernah pernah bertemu Amy sebelumnya?

    Nama : Windy Agustin
    Twitter : @windyagustin8

  13. Pagi ini adalah sebuah hari baru untuk gadis bernama Amy.Yup! Hari ini ia memasuki sekolah baru nya setelah ia pindah dari sekolah yang lama.
    Wajah Amy terlihat lebih fresh,kini ia sedang berjalan di lorong sekolah menuju kelasnya sambil memeluk bukunya.Ketika ia melewati studio musik,Amy mendengar sebuah instrumen dari sebuah lagu favoritnya dan juga seorang teman lamanya,Ben.Ia sempat terpaku sejenak,ingin sekali melihat apa yang sedang terjadi didalam.Tapi ia ingat,bahwa ia harus bergegas menemukan kelas barunya.
    Disepanjang jalan,karena instrumen itu,kini Amy sedang melamunkan seseorang,yang tak lain dan tak bukan adalah sosok Ben.
    *Bruk!
    “Au! maaf.. maaf..” Amy,tidak,lebih tepatnya orang itu lah yang menabraknya.Tapi justru Amy lah yang meminta maaf.Amy meminta maaf tanpa melihat wajah lawannya.Menurutnya,ini adalah salahnya karena telah melamun sepanjang jalan.Amy mencoba mempercepat langkahnya.Ia tak ingin ada timbul masalah.
    “Hey,Amy! Tunggu!” Sesosok yang menabrak Amy,kini memanggilnya.
    Merasa terpanggil,Amy menoleh pelan-pelan.Sampai mata mereka bertemu,kini Amy serasa dipaku bumi.Ia tak bisa beranjak dari tempatnya.Wajahnya melongo.Matanya tak mau berkedip.
    ‘Ben..’ panggil Amy dalam hati.
    “Hey,ini punyamu,kan?” Tanpa disadari,sosok pria itu sudah ada didepan nya,berjarak kurang dari 1m bermaksud menyerahkan sebuah buku yang baru saja tak sengaja tertinggal oleh pemiliknya saat kejadian tabrakan tadi.
    “Ben! Kau sekolah disini rupanya? Dan kau masih mengenalku ternyata! Wah,senangnyaaa!” Seru Amy tak henti,dengan hati melompat kegirangan.
    “Tunggu,apa maksudmu?” Ben kebingungan dengan maksud ‘gadis’ ini.
    “Ben! Jangan bercanda,ah! Aku tahu kalau kau masih mengenalku.Buktinya tadi kau tahu namaku.Ya,kan?” Amy terlalu percaya diri.
    “Maaf,saya kesini hanya untuk mengembalikan buku ‘anda’.Dan saya tahu nama anda karena nama anda tertulis disini.” Ben menunjuk cover buku itu.Setelah menyampaikan buku itu ke pemiliknya,ia membalikan badan dan segera pergi.Di tengah perjalanan menuju tujuannya,ruang musik,Ben berkata dengan nada yang sangat rendah “Dasar gadis aneh.Tapi sepertinya dia murid baru.Wah! sebegitu populernya kah aku di sekolah ini?.” Ben pergi dengan entengnya.Berbanding terbalik dengan situasi yang terjadi dilain sudut.Amy.

    299 kata,udah aku cek di Ms.Word lho~ haha
    Rizki Oktavia
    @rizKorea

  14. Mata Amy menatap awas lembaran-lembaran kertas yang ada di hadapannya. Jemarinya bergerak dari satu kertas ke kertas yang lain, mencari sebuah nama yang akan menenangkan jiwanya. Hari ini hari pengumuman penerimaan siswa baru. Maka dari itu, Amy merelakan waktu berliburnya untuk berdesak-desakan di antara banyak orang demi mencari namanya.
    “Ahh! Keterima!! Yes yes yes!!” Amy bersorak setelah menemukan namanya tercantum sebagai murid baru di SMA 3 Bandung.
    Amy berbalik badan, ia ingin cepat-cepat keluar dari kerumunan itu. Sayangnya ia tak berhati-hati karena terlalu riang. Ia menabrak orang yang berdiri di belakangnya sedari tadi. Sontak semua orang yang awalnya berebutan melihat papan pengumuman beralih melihat Amy dan seseorang yang sekarang tengah tertindih badannya Amy.
    “Ma.. maaf. Aku enggak sengaja.” Amy segera berdiri. Ia menunduk malu.
    “Sakit semua tau!” orang itu berdiri, membersihkan debu yang ada di badannya.
    Amy terkesima, ia kenal betul suara ini. Suara seseorang yang sampai saat ini tak pernah hilang dari pikiran serta hatinya, Ben. Pelan-pelan Amy mengangkat wajahnya. Dan tampaklah wajah yang selalu membuat Amy tersenyum 3 tahun yang lalu. Wajah yang selalu dirindukan Amy.
    “Maaf, kamu Ben kan?”
    “Iya, kenapa? Kita pernah kenal?” jawab Ben ketus, tampaknya ia masih marah.
    Amy diam seribu bahasa. Ben tak mengenalinya, Ben tak mengingatnya sama sekali. Amy tersenyum menatap Ben yang masih menunggu jawaban Amy.
    Amy menggeleng, “Kamu mirip orang yang saya kenal dulu di tempat les musik saya, maaf sekali lagi.”
    Amy pergi meninggalkan kerumunan itu, meninggalkan Ben. Belum saatnya, masih belum, ucap Amy di dalam hatinya.

    249 kata, @vindilia

  15. Hai Kak, ikutan giveaway-nya ya ^^ semoga aku beruntung!
    [Total cerita : 300 kata *passss]

    Menunggu.
    Orang-orang bilang, kalau ada orang yang bersedia menunggu untuk seseorang yang sama sekali tidak pernah melihat kita itu adalah orang yang bodoh. Amy tahu akan hal itu, tapi ia tak peduli. Rasa cintanya lebih besar dibandingkan rasa takutnya untuk menjadi orang bodoh.

    Tiga tahun bukan waktu yang sebentar. Selama tiga tahun, Amy merelakan waktunya yang panjang untuk menanti seorang pria yang bahkan tidak pernah melihatnya meskipun pria itu selalu hadir di setiap mimpinya. Pria itu, Ben.

    Amy menyapukan pandangannya ke sekeliling taman sambil merekatkan jaket. Cuaca sore hari ini begitu dingin sehingga membuatnya hampir mau mati karena kedinginan. Amy sedang memperhatikan dua orang anak kecil sedang bermain kejar-kejaran di dekat danau saat tiba-tiba matanya tidak sengaja menangkap keberadaan seorang pria yang rasanya sudah tak asing lagi baginya.

    Amy bangkit. Ia mencoba menyipitkan mata dan membuka langkah mengekori pria itu. Amy menatap punggung pria yang kini ada dua meter di depannya dengan perasaan berdebar. Pria di depannya ini begitu mirip dengan pria yang telah membuatnya menunggu. Amy mendesah, apakah ini adalah jawaban atas penantiannya selama ini?

    Tahu-tahu, pria yang sejak tadi ia ekori berhenti dan berbalik. Amy sendiri sudah tidak memiliki waktu lagi untuk menghindar. Mau tak mau, Amy harus siap dengan kenyataan bahwa pria ini memang benar Ben atau hanya perasaannya saja.

    “Amy? Kau Amelia Collins, kan?”

    Amy mengerjapkan matanya tak percaya. Ia menatap pria di depannya ini dengan perasaan terkejut bercampur berdebar. Dengan susah payah, ia membalas, “Ya, ini aku. Lama tak berjumpa, Ben.”

    Ben mengulas senyuman tipis. Senyuman yang begitu Amy rindukan selama ini. “Kau tidak banyak berubah.”

    “Kurasa begitu,” dan perasaanku padamu juga tidak pernah berubah, tambah Amy dalam hati.

    Tiga, empat, lima, atau sepuluh tahun sekalipun tidak akan pernah bisa merubah perasaannya pada Ben. Sekalipun Ben belum bisa melihatnya sekarang, perasaan itu akan tetap ada.

    Nama : Saskia Putri C.
    Twitter : @sasgyu

  16. Aku berjalan menyusuri selasar rumah sakit, sendiri.

    Sepagi ini, aku memang lebih sering tanpa siapapun, karena Mama akan ke toko dan Ayah sudah pasti harus ke kantor. Sudahlah, setidaknya aku bisa terbebas dari perhatian ekstra ketat orang tuaku.

    Aku berada di rumah sakit hampir empat hari. Lagi-lagi aku harus mendekam di sini karena sakit. Hem…bosan, sih. Tapi mau bagaimana!

    Kalau badanku terasa lebih nyaman, ya seperti ini, aku memilih berjalan-jalan ke taman, sendirian.
    Namun, tiba-tiba langkahku terhenti. Seorang cowok dengan seragam rumah sakit–sama seperti yang kukenakan–sedang duduk sendiri di kursi taman.

    Aku mendekatinya, ingin memastikan penglihatanku.

    “Ben…?” sapaku pelan.

    Wajah itu berpaling padaku.

    Aku terkesiap. Benar, dia Ben. Tangan kanannya dibalut perban, dan ada lebab di pipi kanannya pula. Aku sangat terkejut melihat keadaannya. Ah, salah. Mungkin aku terkejut bertemu dia lagi.

    “Ke…kenapa kamu ada di sini?” tanyaku terbata. Ada perasaan berbunga yang tiba-tiba menguar dari hatiku.

    “Maaf?” Ben balik bertanya. Wajahnya tampak bingung. “Kau mengenalku?”

    Kugigit bibir bawahku. Ada yang tak nyaman di dadaku. Ternyata, waktu tiga tahun membawa ingatannya tentangku pergi.

    “Kau tak…” Tanpa sadar kalimatku terputus. “Kau tak mengingatku?”

    Keningnya berkerut. Dia menggeleng samar. Tatapannya masih terpaku padaku. Mengamatiku lebih detal. Lagi, keningnya berkerut makin dalam. “Siapa, kau?”

    “Aku?” Kugigit bibir bawahku. Kupakasakan sebuah senyum samar di bibir. “Aku, hanya seseorang yang dulu pernah ingin mampir di hidupmu.” Hanya jawaban lirih yang kuberi.

    Kubalik tubuhku cepat. Kakiku melangkah segera setelah kupastikan aku benar-benar ingin pergi lagi dari hidupnya. Ya, aku ingin pergi. Aku tak ingin mengulang rasa untuknya kembali.

    255 Kata
    Share : https://twitter.com/DeeLaluna/status/484467097670406144

    Dian. S
    @DeeLaluna

  17. Amy senang sekali.Ia langsung memeluk dan mencium pipi ayahnya yang terkejut.Tiket premiere The Fault in Our Stars!Ayahnya memang pintar memberi kejutan.Ia tahu Amy suka sekali novel the Fault in Our Stars yang dibacanya berulang kali.

    Malam minggu ini Amy berada di antrian panjang film teromantis tahun ini.Amy berdandan cantik. Celana panjang putih,t-shirt pink,dan rompi denim belel.Khas gaya anak remaja .Kalung leontin perak berbentuk hati pemberian kedua orangtuanya,melingkari lehernya dengan manis.Amy duduk dengan manis di kursinya.C-25.Letaknya strategis, tidak terlalu dekat dan tidak terlalu jauh dari layar.Iklan-iklan mulai ditayangkan.Suaranya berdentum keras.Akhirnya,tulisan the Fault in Our Stars terpampang.

    Amy terkejut sekali.Kepalanya terantuk tas ransel besar.Amy mengerutkan kening.Ia agak jengkel karena konsentrasinya menonton terganggu.Pemuda itu cuek saja duduk di sebelah Amy tanpa meminta maaf.Kebetulan petugas bioskop menyorotkan senter ke belakang pemuda itu.Jantung Amy langsung copot!Ben!Benarkah itu Ben-nya?Ben yang ia cintai sejak dulu?Amy mengucek-ngucekkan mata.Benar!Ini Ben-nya.Ia lebih tampan dari sosok Ben yang diingat Amy.Tapi,pahatan tulangnya khas Ben.Hidung mancung.Tulang pipi tinggi.Mimik muka supercool!Amy menarik napas panjang berulang kali,berusaha menenangkan degupan jantungnya yang berlari cepat.

    “Kamu tidak apa-apa? Mau pingsan? Kalau kamu sakit,sebaiknya kamu pulang saja.Nafasmu keras sekali.Aku jadi tidak bisa menikmati film.”

    “Maaf,aku hanya merasa gugup dan senang.”Amy menelan ludah dan mengumpulkan keberaniannya untuk bertanya.“Kamu Ben kan?Masih ingat aku tidak?Aku Amy.Dulu kita satu sekolah.”

    “Ya,aku Ben.Tapi, maaf,aku tidak kenal kamu.”

    “Hey,kalian yang pacaran keluar saja kalau mau ngobrol!”

    Amy dan Ben langsung meminta maaf.Amy melirik Ben yang merengut jengkel. Pipi Amy memerah malu.Hatinya senang karena disangka pacaran. Amy berusaha fokus menonton film.Tapi, pikirannya berkhianat,melayang ke masa lalu ketika ia jatuh cinta untuk pertama kalinya pada Ben.Tapi, ia tidak mengingatku sama sekali.Pikir Amy sedih.

    Film sudah mendekati akhir.Amy merasa ada yang menyentuh bahu kirinya.Ben jatuh tertidur!Amy merasa ia jatuh cinta sekali lagi dan berharap waktu membeku.Byaar!Lampu terang.Ben tergagap memohon maaf dan beringsut pergi.Amy hanya tertunduk malu,bingung,tapi bahagia.

    Pas 300 kata,sudah dicek di MsWord =)

    Nama : Fransisca Susanti
    Twitter : @siscacook
    Email : siscawiryawan@ymail.com
    FB : Sisca Wiryawan

    trims banyak =)

  18. Amy melangkah panik melewati lorong yang mulai lengang karena bel baru saja berbunyi. Ia melirik jam biru lucu di tangannya. Hari ini adalah hari pertamanya masuk ke St. Maria dan ia sudah telat? Oh tidak! Memikirkannya saja membuat Amy ingin menangis. Ia tak ingin memberikan kesan pertama yang buruk.
    Langkahnya yang perlahan semakin melambat membuat Amy merutuk. Mengapa sekolah ini besar sekali sih? Batin Amy kesal. Ia mengatur nafasnya, dan akhirnya memlih berjalan.
    Saat akan berbelok di ujung lorong, matanya menangkap siluet seseorang yang dia kenal. Seseorang yang mewarnai mimpinya selama 3 tahun lalu. Seseorang yang selalu ada dalam doanya agar bertemu suatu hari nanti. Orang itu.. Ben!
    Dengan nafas tercekat, Amy menutup mulutnya. Dengan langkahnya yang kecil dan berat ia mulai menghampiri Ben yang masih sibuk mengutak-atik handphonenya. Ben yang merasa ada orang yang sedang memandanginya akhirnya menoleh menatap gadis kecil bermata coklat di sampingnya.
    “Siapa?” tanya Ben saat dilihatnya gadis itu terdiam sambil memandanginya dengan sorot mata yang tidak bisa diartikan.
    “Ben… kau Ben, kan?” Amy bertanya dengan pelan. Jantungnya berdegup kencang. Ini mimpi, pasti mimpi!
    “Iya.. aku, Ben. Kau siapa?”
    Jadi dia tak mengenalku? Batin Amy terkejut.
    “Aku.. Amy. Kita pernah bertemu di kursus musik tiga tahun lalu.” Amy mencoba menjelaskan, tetapi Ben mengernyit, menyatakan bahwa ia tak pernah mengenal gadis ini sedikitpun.
    “Maaf.. Aku tak mengingatmu. Mungkin.. kau salah orang.” Ucap Ben akhirnya lalu mulai melangkah meninggalkan Amy yang masih berdiri mematung menatap kepergiannya.
    Jadi, dia benar-benar tak mengingatku?

    Twitter : @WIdiaAPRLN
    email : minionsminions31@gmail.com

  19. Aku baru tau kalo home nya mbak dinoy bunder-bunder gitu. Lucu deh. Yang kemaren-kemaren gak liyat hehe.. Kenapa ya blog nya para traveller selalu bagus? Kayaknya semua pada kompakan desain sendiri yak. Adeeem gitu..
    Aku mampir kesini dulu ya mbak. Kepengen baca FF nya temen-temen. Aku mau ikutan juga. Sudah ada beberapa konsep cuma masih belum mood buat nulis. Jadi dicatet dulu. Nanti atau besok mau bikin FF nya 🙂

  20. Amy memilah milih sederetan novel yang tertata rapi di tiap-tiap rak yang ia singgahi. sesekali matanya menyapu tiap sudut toko buku, mencari rak novel lain yang belum disinggahi. Atau melirik dan mendengar perbincangan para novel maniak yang tengah asyik menceritakan novel yang dipegang, bisa jadi itu adalah novel yang sedang booming saat ini.

    3 tahun terakhir ini Amy selalu menenggelamkan dirinya dalam novel-novel romansa. ia selalu berandai-andai bahwa dirinya adalah tokoh utama dalam novel-novel tersebut. yang disetiap kisahnya pasti berakhir bahagia dengan lelaki yang dipasangkan oleh penulisnya, atau paling tidak ketika ia harus merasakan sakitnya cinta bertepuk sebelah tangan, ia paham bahwa sang penulis punya alasan dan waktu tersendiri untuk tidak menyatukan mereka.

    Tidak seperti hidupnya yang seperti teka-teki, Amy harus menemukan beberapa keping puzzle yang cocok untuk di tempatkan diposisi yang benar.

    Seketika Amy mengingat sesosok lelaki yang pernah membuatnya menjadi wanita paling bahagia, karena diizinkan memiliki sesuatu yang dinamakan cinta dalam hidupnya. meski cinta itu tersimpan dalam diam, meski sempat berfikir untuk berhenti merasakan cinta itu sendiri.

    Tanpa sadar lamunannya terhenti pada satu titik yang berjarak sekitar 10 rak dari hadapannya. Amy mendekatkan tubuhnya sekitar 7 rak lebih dekat. Amy menatap sesosok lelaki itu lekat-lekat, dan segera mengembalikan memorinya 3 tahun lalu.

    Sejurus kemudian laki-laki yang ditatapnya tadi kini berdiri tepat dihadapannya.

    “permisi..”
    “ah.. mm.. siapa? gue?”
    “iya elo”
    “lo.. lo kenal gue?”
    “baru mau nanya, kita pernah kenal? atau mau kenalan? Sampe segitunya lo ngeliatin gue.”
    “ah.. eng enggak. lo mirip temen gue, ya! mirip.. mirip doang hehe”
    “ohh.. lo juga mirip temen gue”

    Kemudian Ben meninggalkan Amy.

    Amy juga segera membalikan badannya. ia berjalan terhuyung menuju rak-rak novel selanjutnya. mungkin ia akan mencari novel dengan ending paling sedih yang akan ia baca.

    “eh tunggu!! Amy..”

    Amy spontan terkejut, sumber suara itu? nama yang dia sebut itu?

    tadinya hampir 400 kata, tpi berhubung aku tergolong anak penurut dengan sukarela aku cut 100 kata. padahal itu bagian yang aku suka T^T but never mind~ makasih ya kak udh ngadain giveaway ^^

    Nama : Fathimah Az-Zahro
    Twitter : @FathimahAz_
    Email : fathimah.azzahro.alfidaa01@gmail.com
    FB : Fathimah Az

  21. Kakakkkkkkk aku ikutan yaaa ❤
    ===========================================

    Beberapa orang bilang, bahwa mencintai seseorang dengan diam-diam itu melelahkan, Ben. Sederhananya jika kita memberi dengan tulus, maka kita tidak akan pernah berharap untuk menerima imbalan kan? Ada yang memberi secara gratis kita terima, tidak diberi jangan minta-minta, apa kamu setuju Ben?
    Ketika aku memutuskan menyembunyikan segala perasaan ini tanpa memberitahu siapa pun, aku masih tetap saja gagal. Tuhan tahu dan Tuhan mengemas rapi doaku yang tertuju untukmu. Sejujurnya aku ingin sekali bisa memilikimu, namun bagaimana bisa memilikimu kalau belum memiliki aku takut kehilanganmu. Jadi kuputuskan diam-diam menyapamu dengan doa dan mencintaimu dalam-dalam.
    Bukan karena aku pengecut, tetapi barangkali porsi mencintai diam-diam bermakna lebih tahu diri. Siapa aku dan siapa dirimu, hingga akhirnya waktu benar-benar menelanmu dari kehidupanku dan aku memutuskan menjauh, agar aku bisa merasakan bahwa kamu tak pernah benar-benar ada dalam kenyataan.
    Siang ini mungkin memang hari apes dan rejekiku, Ben. Siswi kelas dua belas merayakan hari ulang tahun ketua OSIS sekolah. Mereka berbondong-bondong menuju toilet mengambil beberapa gayung dengan air penuh menyambut ketua OSIS keluar dari kamar mandi. Hari pertamaku bekerja sebagai karyawati pembersih toilet sekolah bonafit SMA di Jakarta, bukan lagi cleaning service tempat kita bertemu kali pertama. Saat kamu selalu menenteng gitar di punggung. Kamu tahu Ben, aku bekerja dengan sangat giat di les musik tempatmu belajar memetik gitar. Alunan indah itu masih saja terdengar ngiung di telingaku, sekalipun sosokmu tak lagi ada.
    “Maaf, teman-temanku merepotkanmu,” suara seorang laki-laki meminta maaf ketika aku mengepel lantai yang penuh dengan air. Meskipun sebenarnya sebal, aku tidak boleh menunjukkan raut marah. Bukankah ini tugasku kan, Ben?
    “Enggak apa-apa. Ini kan bagian dari pekerjaanku,” jawaban itu kulontarkan ke arah lelaki itu, dan kau tahu Ben, lelaki itu adalah kamu. Kamu yang pernah hilang dan kutemukan kembali dalam bentangan jarak tak kumengerti. Adakah kau dan aku memiliki ikatan takdir, Ben?
    ==================================================
    300 kata tepat 😀

    Nama : Nyi Penengah Dewanti
    Nama akun twitter : @NyiPeDe
    email follow : nyipenengahdewanti@gmail.com
    FB : Nyi.dewanti

    semoga beruntung, amin 😀
    thanks Kakak atas giveawaynya

  22. “Kenapa harus aku?” keluh Amy seiring langkahnya di lorong sekolah. Tumpukkan buku yang menjulang tinggi, sedikit menghalangi pengelihatannya. Dia tidak terlalu tinggi, jadi jika harus membawa buku sebanyak itu pasti merepotkan. Kakinya yang ia hentak-hentakkan itu menjadi bukti yang jelas kalau dia kesal, terlebih saat harus melewati tangga di ujung lorong.

    Satu persatu anak tangga ia pijak dengan hati-hati. Keseimbangan ia jaga baik-baik agar tidak jatuh. Membayangkan dirinya jatuh dengan buku sebanyak ini sudah membuat keringat dinginnya keluar. Namun sayang, takdir berkata lain. Amy salah menjatuhkan kakinya.

    “Aaa..” teriak Amy ketika merasa tubuhnya hampir sejajar dengan anak tangga. Tapi Amy merasa ada yang menarik tangannya. Suara buku-buku yang jatuh, menjadi latar musik pertemuan mereka. Amy berharap waktu berhenti sekarang juga. Bertemu Ben, orang yang diam-diam diperhatiakannya. Orang yang menghilang tiga tahun lalu, sekarang muncul, berdiri di hadapannya, dan memegang tangannya. Oh Tuhan!

    “Kamu tidak apa-apa?”

    Amy tergelak. Nada suara Ben berbeda, dingin. “Hha? I-Iya. Terima kasih.”

    Ben menarik tangannya agar Amy bisa berdiri dengan posisi normal. Tanpa memberi penjelasan, menyapa, atau sekedar basa-basi, Ben langsung menyelinap pergi meninggalkan Amy yang masih mematung. Jantungnya berdegup terlalu cepat.

    “Ben!!” teriak Amy akhirnya. Laki-laki itu berhenti, berbalik. “Kamu Ben kan?”

    “Ya, aku Ben. Kenapa?”

    Amy berlari menuruni anak tangga. Tidak peduli dengan buku-buku yang berserakan. Dia bisa urus itu nanti. Amy berhenti tepat di depan Ben. Sejujurnya dia sangat deg-degan, segala upaya ia coba untuk menyembunyikan rasa kaget, bingung, senang, dan tidak percayanya.
    “Kamu ingat aku?”
    “Ya, aku ingat. Kamu teman kursusku dulu kan? Jadi ada apa?” Ben balik bertanya.
    Deretan jawaban, semuanya tertahan dengan rapi di tenggorokan Amy. Ben menghela nafasnya berat. Laki-laki itu berbalik kemudian pergi seperti sebelumnya. Amy menatap lurus punggung Ben yang semakin menjauh.

    “Aku bertemu dengannya lagi? Tapi kenapa dia seolah berbeda?”
    ******

    Link twitter: https://twitter.com/san_fairydevil/status/487491429640335360
    Insan Gumelar Ciptaning Gusti (@san_fairydevil)
    [295 kata]

  23. Sore itu, Amy berjalan santai memasuki sebuah toko kue. Tangannya sibuk memainkan HP sehingga tanpa sadar, Amy menabrak seseorang di depannya. Seorang pria.
    “Maaf, aku tidak sengaja.” Refleks Amy ikut memungut kantong plastik berisi kue kering yang dibawa pria itu.
    Deg. Amy terbelalak begitu melihat pria di hadapannya. Wajah itu, sangat tak asing baginya. Terlebih, saat pria itu mendongak, matanya bersirobok dengan mata Amy. Jantung Amy berdetak tak menentu. Haruskah ia menyapa pria di hadapannya ini?
    “Sorry…” pria itu mulai membuka suara.
    “B-Ben…” hanya kata itu yang berhasil keluar dari mulut Amy.
    Alis Ben saling bertaut, “Kau kenal aku?”
    Amy mengangguk. Bukan hanya ingat, Ben. Tiga tahun lalu, kau adalah seseorang yang sangat kucintai. Diam-diam aku memerhatikanmu, tapi kau tak pernah tahu. Aku bertanya-tanya saat kau tiba-tiba menghilang dari klub musik. Apa kau baik-baik saja? Apa terjadi sesuatu padamu? Rentetan pertanyaan-pertanyaan itu terus bermunculan dalam benakku. Bahkan, sampai saat ini pun, otakku masih dipenuhi oleh namamu. Apa kau benar-benar tak mengingatku?
    “Maaf, tapi aku tak mengenalmu.” Dengan cuek Ben menjawab.
    Amy kecewa. Hatinya seperti diiris oleh sebilah pisau yang sangat tajam. Ben berlalu dari hadapannya begitu saja. Air mata hampir jatuh dari matanya kalau saja ia tak melihat Ben, kembali berlari ke hadapannya. Sebuah harapan kembali muncul di hatinya. Ia mengembangkan senyum termanisnya di hadapan Ben.
    “Sorry,” kata itu kembali meluncur dari mulut Ben.
    “Ya?” Amy yakin, kali ini pria itu telah mengingatnya.
    “Plastik itu… milikku.” Tunjuk Ben pada kantong plastik yang sedari tadi Amy pegang.
    Hati Amy mencelus. Harapan itu hanya tinggal harapan. Dengan segan, ia menyerahkan plastik itu, sebelum akhirnya Ben benar-benar pergi dari hadapannya.

    Dian Ulfa
    @Dian_yekyuhae

  24. Hari yang telah ditunggu-tunggu Amy tiba. Yup hari sabtu. Hari dimana Amy hanya akan ditemukan di Toko buku. Seperti saat ini.
    ” Hmmm, mau beli apa ya? ” Tanya Amy pada dirinya sendiri. ” Yang ini aja deh…” Amy mengambil salah satu novel, yang ternyata juga hendak diambil oleh seseorang disampingnya.
    ” Ehh ” seru mereka bersamaan
    ” Buat, kamu a… ” Tiba-tiba Amy terkejut sehingga buku yang ada ditangannya terjatuh.
    Dan mereka menunduk untuk mengambil novel itu. Sehingga …
    DUgg…
    ” Awww ” Seru mereka berbarengan lagi karena kepala mereka bertabrakan.
    ” Maaf ” ucap Ben
    ” Aku juga ya ” Amy ikut-ikutan
    Lalu hening sebentar.. kemudian mereka berdua tertawa. ” Hahaha ”
    ” Nggg, Ka-kamu Ben ya ? ” Amy memberanikan diri untuk bertanya. Ia masih tekejut bisa bertemu orang yang ia sukai diam-diam di Toko buku.
    ” Lho, kamu kenal aku ? ”
    ” Hah, oh nggak, kayaknya tadi aku ngelamun deh. Hehehe maaf ” Amy sedih tapi ia tetap tersenyum.
    Jelas saja Ben tak mengenalnya. Cowok itu kan cuek banget. Amy mengutuk dirinya didalam hati.
    ” Heyyy ” Ben Mengejutkan Amy
    ” Eh, iya . Maaf. Aku balik duluan ya, soalnya pusing ” Amy berbohong.Ia kecewa Ben tak mengingatnya.
    Baru, beberapa langkah tiba-tiba Ben memanggilnya…
    ” AMYYYY! ” Teriak Ben
    Deg. Tuhan jangan buat aku berharap. Batinnya
    ” Ya. Kamu Amy ” Ben mengejarnya. Amy terkejut, ia masih tidak percaya dengan apa yang didengarnya.
    ” Kamu ingat aku ? ”
    ” Tentu!. Aku ingat dengan gadis yang selalu diam-diam memandangku ” ucapnya sambil menatap mata Amy. ” dengan senyum aneh tapi manis ” Senyumnya penuh kemenangan.
    ” WHATT?!! ” Mata Amy seketika membesar.
    Kekagetan Amy tidak dipedulikan oleh Ben. Ia hanya tersenyum memandangnya. OMG… senyum maut yang menular itu lagi. Mau tak mau Amy ikut tersenyum, dan melupakan semua. Dan begitulah hari mereka berakhir setelah tiga tahun Ben menghilang. Dengan sebuah senyuman.

    Nama : Jyothi Utami Dewi
    Twitter : https://twitter.com/utamidew_ ( @utamidew_ )

    .

  25. Hope you like it ^^v

    ***

    Sore hari di akhir bulan Februari masih menyisakan titik-titik salju yang meleleh berpadu dengan semilir angin musim semi yang mulai bertiup. Seorang gadis tampak sedang menekuni buku di pangkuannya. Amy menikmati akhir musim dengan membaca novel di sebuah bangku taman. Tak lama, seorang pemuda dengan rambut gelap berhenti di depannya. Pemuda itu berjongkok sambil memperbaiki ikatan sepatunya yang terlepas.
    Tiba-tiba bayangan di atas buku Amy menghitam saat Ben berdiri. Siluet pemuda jangkung itu mengusik keasyikan gadis berusia 16 tahun itu. Dengan wajah setengah kesal, Amy mendongak perlahan. Bola matanya yang hijau membulat.
    “Ben? Ah, mana mungkin. Aku pasti sedang bermimpi.” Amy menggelengkan kepalanya, berusaha mengenyahkan ilusi di hadapannya. Tanpa ia sadari, gelengan kepalanya terlalu keras hingga membuat Ben menoleh sambil mengernyitkan dahi.
    “Gadis yang aneh.” Ben menggumam pelan dan bergegas pergi.
    “T..tunggu.” Amy berusaha mengejar Ben yang sudah setengah berlari. Dikumpulkannya seluruh keberanian yang ia miliki. Amy memiliki sejuta skenario pertemuannya kembali dengan Ben, tapi tidak pernah satu kalipun Amy menyangka bahwa ia akan benar-benar bertemu dengan pemuda itu setelah tiga tahun kehilangan kontak.
    “Kau bicara padaku?” Ben menyapukan pandangan ke sekelilingnya, memastikan bahwa gadis itu tengah berbicara padanya. Keduanya tampak bertatapan cukup lama. Mata itu, batin Amy. Seketika itu juga kerinduannya pada Ben menyeruak.
    Ben menjentikkan jarinya di depan mata Amy, memaksa Amy kembali ke dunia nyata dimana Ben tampak dingin dan lebih-lebih ia tidak mengenali Amy. Saat itu juga keberanian Amy luntur, impiannya bertemu kembali dengan Ben menguap begitu saja.
    “M.. maaf, sepertinya aku salah mengenali orang.” Gumam Amy pelan. Buru-buru ia membalikkan tubuhnya dan berjalan menjauh secepat mungkin.
    “Benar-benar gadis yang aneh.” Gumam Ben sambil mengedikkan bahunya.
    Angin musim semi kembali berhembus, ditemani titik-titik salju yang menghapus jejak pertemuan keduanya.

    ***

    Desy Candramaya
    @shasyme

Leave a reply to fathimah az zahro x