Judul: Evergreen
Penulis: Prisca Primasari
Penerbit: Grasindo
Genre: Romance, drama, dewasa muda
Tebal: 203 halaman
Terbit: Juli 2013
Cara dapat: buntelan dari acara Grasindo Goes to Surabaya
Harga normal: Rp43.000,00
Apa yang lebih mematahkan hati daripada diputus pacar? Jawabannya, diputus kerjaan alias dipecat! Dan hal inilah yang menimpa Rachel, gadis itu dipecat dari pekerjaannya sebagai editor di sebuah penerbit ternama di Jepang, Sekai Publishing. Selama ini Rachel membanggakan pekerjaanya tersebut, tetapi kini ia kehilangannya karena satu kesalahan. Rachel tidak terima, ia menjadi frustrasi karenanya. Belum lagi, sahabat-sahabat yang diharapkannya dapat menghibur, malah menjauhi ketika Rachel menghubungi mereka untuk berkeluh kesah. Habis sudah gelas di rumah Rachel sebagai pelampiasan emosinya. Namun, di tengah-tengah rasa frustrasinya, Rachel menemukan sebuah tempat yang memiliki sorbet terlezat di dunia!
Kafe Evergreen, nama tempat yang menyajikan sorbet stroberi yang membuai lidah Rachel. Rachel mengetahui tentang tempat ini hasil rekomendasi dari seseorang di Shiro Publishing, ketika Rachel berusaha melamar di tempat itu, namun tak mendapat hasil. Katanya, kafe Evergreen merupakan tempat yang pas untuk melepas penat. Intuisi Rachel mengatakan untuk memasuki tempat itu sekadar berteduh. Yang tak Rachel sangka, justru di kafe inilah Rachel menemui pelipur laranya. Sebuah tempat yang tak sekadar menyajikan makanan penutup lezat, namun juga dipenuhi dengan manusia-manusia hangat. Ada Yuya, Fumio, Gamma, dan juga Kari. Melalui manusia-manusia ini, Rachel disadarkan bahwa dunianya belum berakhir. Bahkan, lewat seorang pelanggan aneh yaitu Toichiro, Rachel menyadari akan kesalahannya dan memiliki kesempatan untuk memperbaikinya. Sebuah cerita yang hangat, dengan penuturan sederhana namun sarat emosi. :’)
Saat mulai membaca beberapa halaman novel ini, penyesalan mulai merambati diri saya. Saya menyesal… kenapaa baru sekarang membaca novel ini?? Saya dapat novel ini dari acara Grasindo di Surabaya pada bulan Februari lalu. Novel ini lantas saya tumpuk di timbunan novel lain dan saya lebih tergerak untuk membaca novel lain. Nah ketika membaca penuturan penulis tentang kisah Rachel, saya mulai menyenanginya. Penuturannya sederhana, tidak bertele-tele, dan emosi yang disertakan saya rasa selalu tepat sasaran. Bab awal langsung dibuka dengan Rachel yang memecahkan gelas karena emosi atas pemecatannya. Bagaimana tidak, pekerjaan yang sangat dibanggakan dan menjadi tumpuan hidupnya kini lenyap. Rachel yang emosi ini seperti mengingatkan akan sebagian diri saya sendiri. Ya bukan bagian mecahin gelasnya juga sih, hehe, saya juga sering emosi meski pelampiasannya nggak sebrutal itu.
Lalu, saya juga seperti Rachel, selalu menggantungkan orang lain untuk mengatasi amarah saya. Menghubungi sahabat dekat, dan merasa mereka bertanggung jawab untuk menghibur atau menenangkan saya. Ketika mereka tidak bisa melakukannya, saya pun menyalahkan mereka. 😦 Ya, Rachel kecewa terhadap reaksi Mei, Cho, Akiko, dan Risa yang dianggapnya kurang peduli. Tapi Rachel tak mau tahu, bahwa sebenarnya mereka sendiri sudah berusaha memberi anjuran kepadanya dan mereka pun memiliki kehidupan sendiri. Sungguh saya juga sering melakukan ini. Hikss… 😦 Lalu, kehidupan baru mulai menyapa Rachel. Berawal dari menjadi pengunjung, lantas menjadi pelanggan, lalu naik pangkat menjadi pelayan kafe. Di Evergreen, Rachel memiliki komunitas baru, keluarga baru. Saya suka dengan kehangatan yang ditunjukkan oleh Yuya, Gamma, dan Fumio. Bahkan Kari, gadis yang awalnya menolak kehadiran Rachel di Evergreen, akhirnya bisa pula menjadi sahabat Rachel. Sebuah komunitas yang sekali lagi menyadarkan Rachel bahwa ia tidak betul-betul sendirian.
Toichiro-san, seorang pria paruh baya pelanggan tetap Evergreen, yang setia duduk di salah satu sudut kafe itu dan membaca satu buku secara konsisten. Kehadirannya membuat Rachel penasaran. Dan ternyata, Toichiro-san membuat Rachel memahami alasan utama di balik pemecatannya, yang ternyata membawa perubahan hidup bagi seseorang (saya nggak mau spoiler, tapi sungguh, keberadaan Toichiro-san ini membawa dampak emosi sekaligus refleksi bagi Rachel). Selain masalah Rachel, saya juga trenyuh dengan problema yang dialami Fumio. Ia memiliki seorang adik bernama Toshi yang menderita alzheimer. Bicara tentang penyakit Toshi, saya suka cara penulis yang nggak langsung menggamblangkan nama penyakitnya sejak awal. Namun ia memilih cara menunjukkan beberapa adegan di mana Toshi selalu lupa akan hal yang terjadi di hari sebelumnya. Kenangan demi kenangan yang dimiliki Fumio bersama Toshi perlahan lenyap dari otak cowok itu. Nah baru di bab kesekian disebut gamblang nama penyakitnya alzheimer, ketika pembaca telah mengerti seperti apa sih penyakit itu, jadi nggak perlu catatan kaki lagi. ^^
Banyak moral cerita yang saya dapatkan dari novel ini, terutama, tentang hidup yang tidak egois. Tentang jangan menyia-nyiakan kesempatan kedua, dan belajar memandang hidup ini dengan selalu berpikiran baik. Banyak senyum bertebaran di luar sana, namun bukan berarti orang yang tersenyum itu tidak punya masalah. Dan adalah pilihan bagi kita untuk terus tersenyum dan melanjutkan hidup ketika ditimpa masalah, atau hanya terpuruk saja. Empat bintang dari lima saya sematkan bagi novel ini. Suka sekali! 🙂
Note: diikutkan pada Indonesian Romance Reading Challenge 2014
Ini untuk reviewku, Kak ^^ http://asysyifaahsbook.blogspot.com/2014/10/review-evergreen-prisca-primasari.html