Judul: X – Kenangan yang Berpulang
Penulis: Devania Annesya
Penerbit: Grasindo
Genre: Romance, Dewasa muda
Tebal: 280 Halaman
Terbit: Februari 2014
Cara dapat: Dari acara Grasindo Goes to Surabaya
Harga normal: Rp45.000,00
Selalu ada cerita tentang masa lalu. Ia disebut kenangan. Terlebih, kisah tentang ia yang pernah dicinta. Ariel dan Andra, mereka pernah merajut kisah menjadi kenangan yang terpintal hingga tujuh tahun. Tujuh tahun terpisahkan tak membuat mereka saling melupakan. Bahkan bagi Ariel, rasa cintanya kepada Andra adalah sebuah hal yang traumatis. Hingga menyebut nama itu saja rasanya jijik. Namun semesta memiliki rencananya sendiri. Mempertemukan mereka dalam suatu pusaran waktu dan hubungan kerja yang tak terelakkan. Ariel dengan segala kegetirannya teramat ingin menjauhi Andra, tetapi naluri dan kebutuhannya berkata lain. Andra dan segala kekuasaannya merasa tak ada keinginannya yang tak mungkin terkabulkan. Lalu, apa yang terjadi ketika kedua orang yang saling terikat masa lalu ini saling beradu? Sebuah kenangan yang berpulang, kisah yang terputar lagi, dan Ariel mendapati semuanya tak lagi sama.
Novel ini saya dapatkan saat mengikuti acara Grasindo Goes to Surabaya di bulan Februari. Dan membutuhkan hampir seminggu untuk menuntaskannya. Tokoh utama di novel ini adalah Ariel dengan kegetiran hidupnya. Ia yang cerdas, selengekan, dan merasa bahwa hidup ini harus dijalani dengan praktis, pokoknya semua kebutuhan hidupnya terpenuhi. Dikisahkan ia menjadi pengangguran dan tinggal di sebuah kontrakan yang pembayarannya pun menunggak. Dan ia mau tak mau menerima tawaran pekerjaan di kantor sahabatnya. Yang terpaksa juga mempertemukannya dengan seorang Andra, mantan pacarnya yang berpisah setelah tujuh tahun lalu. Pria yang meninggalkannya usai Ariel mengalami peristiwa yang menyakitkan.
Andra meninggalkan Ariel, menyisakan sebentuk luka dalam diri gadis itu yang selalu membuatnya bersikap apatis. Ariel tak mengenal apa itu cinta, apalagi memercayainya. Ariel selalu menganggap orang-orang yang datang padanya haruslah memiliki hubungan saling menguntungkan. Sebut saja Bagus, pacar terakhirnya yang ternyata gay, dan sama sekali tak masalah bagi Ariel selama pria itu memanjakannya secara materi. Kehadiran Andra kembali memunculkan sebuah masalah baru bagi Ariel. Bahwa Andra memang sengaja mencari Ariel dan berusaha sekuat tenaga menjalin hubungan kembali. Dengan kekuasaannya, dengan segala sikap gilanya. Ariel mengelak, tetapi lama-lama ia menyepakatinya, karena di benaknya timbul sebuah rencana yang akan dilaksanakan kepada Andra. Sebuah balas dendam.
Hm, saya berakhir membaca novel ini dengan sebuah rasa tidak puas. Kenapa? Pada awalnya saya masih sempat menikmati alur ceritanya, asyik, lumayan dinamis dan tidak bertele-tele. Tiap-tiap babnya berselingan antara masa kini dan flashback masa lalu, masa SMA Ariel dan Andra, yang lumayan menyenangkan untuk disimak, bagaimana kedua orang ini bisa bertemu dan berpacaran. Tapi lama kelamaan, saya merasa bosan, ah bukan, tapi agak muak juga ketika dijejali dengan banyaknya narasi yang menjelaskan ini-itunya. Maksud saya, novel ini menggunakan sudut pandang orang ketiga, tetapi saya merasa seolah-olah penulis sibuk sendiri mendongeng bagaimana Ariel, bagaimana Andra, alih-alih membiarkan para tokoh itu bebas beraksi dan bercerita sendiri. Juga penjelasan yang sama berulang-ulang, terutama tentang Ariel yang nggak percaya Tuhan perlu disebutkan berkali-kali, seolah takut pembaca akan pikun. Istilah kerennya, too much telling rather than showing.
Sayang banget, padahal dari awal ide ceritanya cukup menarik, juga pengkarakteran Ariel, juara di sini. Saya rasa jika penulis memberi kebebasan lebih lagi untuk Ariel bercerita lewat tindak-tanduknya dan bukan hanya diceritakan oleh narator, maka novel ini akan lebih menarik lagi dan saya nggak akan rela melepasnya. Oh ya soal nama tokoh, saya kok merasa terganggu ya dengan nama Ariel, nama itu kok cowok banget. Tapi ada juga sih artis cewek bernama depan Ariel, hehe. Belum lagi pasangannya namanya Andra, dengan huruf depan yang sama. Saya pernah dengar kalau lebih baik dua tokoh utamanya tidak memiliki nama dengan huruf depan sama agar pembaca tidak bingung atau bosan. Tapi entah sih, kevalidan teori itu nggak bisa dijamin juga, hehe. Lalu masalah lain, masih ada beberapa typo dan juga kata yang tidak sesuai kebakuan. Ini catatan tersendiri untuk editor ya. Tidak sampai ganggu proses membaca, karena saya lebih terganggu dengan narasinya yang berlebihan. Sorry to say, saya malah menangkap di sini penulis yang lebih tampak ingin menunjukkan dirinya lewat tulisan yang baik, ketimbang ingin menunjukkan kisah-kisah tokoh yang diciptakannya.
Lalu, sisi minus lainnya adalah cerita yang bertele-tele bahkan ketika konflik utamanya sudah dijabarkan dan sepertinya sudah terselesaikan. Penulis seperti tak rela berpisah dengan ceritanya, sayangnya saya nggak sabar aja kenapa masih harus dipanjangin begitu? 😦 Ada bagian yang menurut saya sudah cocok kalau dibuat menjadi ending, eh ternyata masih ada lanjutannya dan gejolak saya untuk mengetahui kelanjutannya sudah benar-benar habis, jadi ya sekadar membaca saja. 🙂
Tapi apa iya novel ini nggak ada kelebihannya? Ada, kok, seperti yang saya bilang tadi ide ceritanya baik. Juga pengkarakteran yang dibuat penulis terhadap Ariel itu kuat banget. Untuk Andra, ya kalau saja penulis bisa lebih mengeksplore lagi melalui tindakannya yang ditunjukkan tersirat bukan hanya dituliskan oleh narasi, saya rasa akan lebih bagus lagi. Juga suasana pilu yang terbangun lewat kalimat-kalimat pedihnya.
Kesimpulannya, saya sematkan 2 dari 5 bintang untuk novel karya Devania Annesya ini. 🙂
Diikutkan dalam Indonesia Romance Reading Challenge 2014
Pingback: Joining Indonesian Romance Reading Challenge 2014 (!!) | Dinoy's Books Review