Hai Bang Dean!

20130924_212506

Hari Selasa lalu, tanggal 24 September 2013, saya berkesempatan bertemu dengan Syahmedi Dean, penulis asal Deli, Sumatera Utara, yang merilis novel terakhirnya berjudul ‘Surga Retak’ di bulan Juli 2013 lalu. Sebelum novel itu keluar, Bang Dean – demikian panggilan akrabnya – telah merilis empat novel dengan judul berturut-turut sebagai berikut: Lontong Sayur Dalam Lembaran Fashion (L.S.D.L.F), Jakarta Paris Via French Kiss (J.P.V.F.K), Pengantin Gipsy Dan Penipu Cinta (P.G.D.P.C), dan  Apa Maksud Setuang Air Teh (A.M.S.A.T). Empat novel tersebut merupakan tetralogi fashion yang menceritakan kisah empat sahabat – Alif, Didi, Raisa, Nisa – yang berprofesi sama yaitu bergelut di bidang jurnalisme lifestyle. Lebih tepatnya lagi mereka adalah wartawan fashion. Empat novel tersebut diterbitkan dalam rentang tahun 2004-2009 dan dirilis ulang oleh Gramedia Pustaka Utama di tahun 2013 ini dengan cover yang berbeda.

Nah, di event yang diprakarsai oleh @BookBagID ini Bang Dean bercerita banyak tentang kehidupannya, selain tentu saja tentang novel-novelnya. Saya sendiri memang baru membaca satu dari lima novelnya, yaitu yang L.S.D.L.F dan saya mendapatkan kesan yang baik sekali setelah membaca novel ini. Di artikel ini, saya akan membagikan pada teman-teman hasil obrolan di acara yang berjudul ‘Ngopi with Author’ ini. Yuk, disimak …. 🙂

Siapakah Syahmedi Dean ini?

Aku berkecimpung lama di media cetak dengan genre lifestyle, khususnya fashion. Ada terhitung 14 tahun aku bekerja di banyak majalah, seperti Femina, Cosmopolitan, Dewi, dan Soap. Lalu, aku berhenti dengan posisi terakhir sebagai fashion executive editor, karena menurutku untuk karier di bidang ini aku sudah maksimal. Saat bekerja di media cetak dengan genre lifestyle inilah aku menuliskan empat novelku tentang kehidupan wartawan-wartawan fashion. Jadi, aku banyak mengambil aktivitas dan setting tokoh-tokoh dalam empat novel itu ya dari pekerjaanku sendiri.

Setelah keluar dari majalah lifestyle, aku sempat pula bekerja di koran Media Indonesia, tapi hanya setengah tahun. Nah, saat di MI inilah aku bersama temanku membentuk boyband “SMASH”. Kami mengonsep boyband ini layaknya sebuah media. Tidak hanya mementingkan unsur audio yaitu lagu, tapi kemasan mereka pun dibuat semenarik mungkin dan bertema. Layaknya sebuah majalah, mereka tampil dengan fashion dan koreografi yang memikat mata. Nah di tengah-tengah mengurusi boyband inilah aku menulis novel Surga Retak selama dua tahun. Sekarang aku tidak lagi mengurusi boyband “SMASH” karena sudah pindah manajemen, aku sekarang sedang mengorbitkan anak muda lainnya masih di bidang musik. Aku senang mencari bakat-bakat baru untuk diasah bakatnya dan ditampilkan kepada masyarakat.

Saya baru membaca novel Bang Dean yang L.S.D.L.F. Di situ ada tokoh bernama Alif, yang sekaligus sebagai pencerita karena novel ini mengambil sudut pandang orang pertama. Jadi Alif itu… Bang Dean sendiri??

Bukan. Saya Raisa…

Hahahaha, bercanda. Alif bukan saya, tapi saya bisa jadi Alif, Raisa, Didi, maupun Nisa sekaligus. Ada karakterku di empat tokoh tersebut, aku gabungkan pula dengan karakter orang-orang di sekitarku, sehingga membentuk mereka berempat. Dan apa yang terjadi dan mereka lakukan memang gambaran dari apa yang aku alami dalam pekerjaanku di media lifestyle.

Kenapa sih memilih judul novel yang panjang-panjang di tetralogi fashion ini?

20130730_195149

Boxset Tetralogi Fashion – repackaged

Ya, karena aku berkecimpung di dunia fashion dan yang tren di kalangan fashion adalah branded-branded dengan nama yang disingkat-singkat, misalkan D&G, LV, DKNY.

Novel-novel di tetralogi fashion memang judulnya panjang-panjang, tapi jika disingkat akan menjadi L.S.D.L.F, J.P.V.F.K, P.G.D.P.C, dan A.M.S.A.T.

Ada rencana atau permintaan nggak untuk mengangkat novel tetralogi fashion ini ke dalam media film?

Ya, sebenarnya pernah ada, tapi sulit ya. Kendalanya adalah karena novel tersebut menyebut banyak branded, sehingga terjadi benturan kepentingan. Misalkan ketika akan menyebut merk GUCCI, maka Louis Vitton tidak akan setuju untuk tampil bareng di satu film. Jadi ya sampai sekarang belum bisa terealisasi. Tapi sebenarnya aku pernah juga kok membuat film dokumenter tentang fashion, judulnya “Fashion Satu Hari”.

Setelah merilis tetralogi fashion, tahun ini Bang Dean merilis ‘Surga Retak’, novel yang sama sekali berbeda dengan tetralogi fashion. Sebenarnya, apa sih yang ingin Bang Dean sampaikan lewat novel ini?

SR

Surga Retak menceritakan kehidupan di kampung halaman saya, Deli. Jadi bisa dibilang ini novel kampungpop ya, bukan metropop! Hahaha. Kehidupan di Deli memang keras, dari zaman penjajahan Belanda sudah terjadi keributan masalah tanah. Di sana tidak ada bukti kepemilikan tanah, dan warga harus membayar pajak kalau ingin mengakui tanah yang dimilikinya. Dan hal itulah yang ingin saya ceritakan, termasuk kebiasaan berjudi yang ada sampai sekarang. Juga, bagaimana kami mampu menertawakan masalah-masalah yang kami alami, menjadikannya bahan lelucon sehari-hari.

Di Deli aku tinggal di komunitas Jawa, orang-orang sekitar adalah orang-orang Jawa yang berasal dari bawaan sejak zaman penjajahan Belanda. Makanya aku jadi fasih berbahasa Jawa, juga menyukai Srimulat. Nah, tapi selain mengangkat kehidupan yang keras di Deli, tapi aku tetap ingin memasukkan kisah cinta yang manis antara remaja SMP, di tengah-tengah kondisi Deli yang gonjang-ganjing masalah tanah.

Bagaimana respons pembaca Bang Dean terhadap Surga Retak, mengingat novel ini jauh berbeda dengan tetralogi fashion?

Sejauh ini, syukurlah baik-baik saja, nggak sampai ada yang protes, sih. Dan sebenarnya aku terinspirasi juga dari penulis luar, misalnya Yann Martel (Life of Pi), yaitu menulis tentang kisah di tempat tinggalnya sendiri. Jadi kenapa tidak aku ceritakan tentang Deli yang kaya akan alam tapi sekaligus penuh konflik? Masyarakat di sana juga beragam; coba deh suatu saat main-main ke Deli, di dalam angkot saja kita bisa menemui penumpang yang ngobrol dengan berbagai bahasa: Arab, Jawa, Melayu, Cina, Padang, dan bahasa lainnya ….

Bang Dean juga dikenal suka mengorbitkan penulis baru, misalnya nih Jessica Huwae dan Ika Natassa. Bisa diceritakan?

Ya, sebenarnya awalnya karena aku merasa berutang dengan seseorang sampai aku bisa menulis buku. Seseorang itu adalah Mbak Alberthiene Endah. Awalnya kepada beliaulah aku menyampaikan kalau ingin menulis buku, dan Mbak AE benar-benar mengajariku sampai bisa menerbitkan buku. Lalu, aku terpikir untuk ‘membalas’nya, tapi dengan cara apa ya? Akhirnya aku berpikir membalas dengan cara melakukan hal yang sama kepada calon penulis lain. Misalnya, aku pertama kali bertemu dengan Jessica Huwae di sebuah warteg di Setiabudi – Jakarta, kami juga pernah bekerja di tempat yang sama. Jessica bilang ingin menulis buku, maka aku bener-bener bantu dan ‘kejar’ terus sampai bisa menghasilkan buku. Aku minta contoh tulisannya. Juga dengan Ika Natassa yang sama-sama dari Medan, saat ia bilang ingin menulis, aku pun membantunya. Saat ini pun ada seorang penulis muda yang sedang aku kejar, karena dia juga bilang ingin menerbitkan buku.

Kecenderungan buku-buku yang terbit di era sekarang ini adalah buku yang ‘gampang’, jika dibandingkan dengan era terdahulu. Isi ceritanya tergolong ringan dan mudah dicerna, dan seolah mengalami penurunan dengan buku-buku zaman dulu yang bermuatan berat. Bagaimana tanggapan Bang Dean sebagai seorang penulis?

Sebagai penulis, sebenarnya kami juga ingin tulisan-tulisan kami memberi pengaruh dan nilai-nilai baik bagi pembaca. Tapi memang tidak bisa dimungkiri, kemasan penulisan kami pun harus menyesuaikan dengan perkembangan zaman. Tapi walau begitu tetap mementingkan poin-poin penting dengan gaya bahasa yang mudah diterima. Aku juga selalu menulis dengan apa yang sesuai dengan diriku. Aku nggak akan menulis tentang teenlit misalnya, karena memang sudah beda jauh generasinya dan susah bagiku untuk menyesuaikan.

Nah, demikianlah cuplikan obrolan dengan Bang Syahmedi Dean lewat event Ngopi With Author yang diadakan Book Bag ID. Obrolan kami sebenarnya masih banyak, tapi hanya saya ambil sebagian. Dan jujur saya memang lebih banyak menyimak, pertanyaan dari saya adalah tentang karakter Bang Medi di empat tokoh dalam novel tetralogi fashion. Pertanyaan-pertanyaan selain itu berasal dari Jessica Huwae, Mbak Puruhita, dan Mbak Evie. Acara ini juga dihadiri oleh Maggie Tiojakin, Taty, Selvia, Detski, dan Claudia.

 20130924_212430

How to contact Syahmedi Dean:

Twitter: @deanmedi

Blog: http://www.deanartdean.blogspot.com

3 thoughts on “Hai Bang Dean!

  1. Mantaf eaaahhh!!!
    Berasa pingin ketemu Bang Dean. Trus bilang gini, “Aku pingin nerbitin buku, bang.” Hehehe… kali2 aja aku bisa bernasib sama dg Mbak Ika Natassa dan Mbak Jessica Huwae.
    Aku g nyangka si SMASH itu trlahir karena campur tangan Bang Dean.
    Wah!!! Mau saingan sama Ahmad Dani nih! 😀

  2. Hua, aku juga dong, aku juga!
    Bang Dean, aku mau nerbitin buku nih.. 😦
    Makasih ya Kak Dinoy, feature Hi Author selalu bikin penasaran sama authornya.
    *iya, belum baca buku Bang Dean, sue me..

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s